KAJIAN SEDERHANA TENTANG ISTIGHOTSAH

<div style="text-align: justify;"> <blockquote> <div style="text-align: justify;"> <blockquote class="tr_bq"> <div align="center" dir="RTL"> يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِي مَنْ أَلُوْذُ بِهِ (*) سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ</div> <span style="font-size: small;"> </span><span style="font-size: small;"><i>Wahai makhluk yang paling mulia, tiada seorang pun yang dapat aku bersandar padanya selain dirimu di saat turunnya bencana yang menimpa seluruh makhluk.</i></span><br /> <span style="font-size: small;"> </span><br /> <span style="font-size: small;"> </span><span style="font-size: small;">Demikianlah bunyi salah satu bait dalam Qoshidah “Al Burdah” yang disusun oleh Abu Abdillah Muhammad Ibn Zaid Al Bushiri (610-695.H/1213-1296.M) yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai qosidah syirik karena meminta pertolongan (Ber-Istighotsah) kepada selain Alloh.</span></blockquote> </div> </blockquote> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Tidak hanya “Al Burdah” dan pengarangnya yang dituduh syirik, ada beberapa qoshidah lain yang notabene menjadi salah satu rutinitas kalangan ASWAJA juga ikut dituduh syirik, diantaranya adalah Qoshidah yang terdapat di akhir “Al Lujainid Daani” sebuah karya yang ditulis oleh As Syaikh Ja’far Ibn Hasan Ibn Abdil Karim Al Barzanji yang menyampaikan tentang biografi dan beberapa Karomah As Syaikh Abdil Qodir Al Jilaniy, dimana dalam akhir kitab tersebut terdapat Qoshidah Istighotsah yang berbunyi :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> عِبَادَ الله رِجَالَ الله أَغِيْثُوْنَا لِأَجْلِ الله (*) وَكُوْنُوا عَوْنَنًا لِلّه عَسَى نَحْظَى بِفَضْلِ الله</div> <div style="text-align: justify;">  <i>Wahai para hamba Alloh, Wahai para jagoan Alloh… bantulah/tolonglah kami karena Alloh… jadilah anda semua penolong kami kepada Alloh agar kami mendapat anugerah Alloh…</i></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Mereka (baca; Wahabi) menganggap qoshidah-qoshidah seperti diatas dan atau redaksi permohonan yang sejenis sebagai perbuatan syirik dan pelakunya dianggap musyrik bahkan kafir. Namun sebagian dari kalangan mereka ada yang bersikap agak aneh karena menganggap Istighotsah kepada makhluk tidak termasuk perbuatan syirik dengan beberapa syarat, diantaranya adalah :</div> <div style="text-align: justify;"> - Perkara yang dimintakan pertolongan hendaknya perkara yang ‘Adiy (lumrah dapat dilakukan oleh manusia) seperti berobat ke dokter atau yang lain.</div> <div style="text-align: justify;"> - Yang diminta pertolongan hendaknya orang yang masih hidup dan hadir (ada) di hadapan yang meminta tolong.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Bagi kami ini adalah syarat yang mengada-ada tanpa ada dasar yang bisa dipertanggung jawabkan sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti, Insya Alloh…</div> <div style="text-align: justify;"> Sebelum kami jelaskan secara singkat tentang Istighotsah, perlu kami tegaskan sekali lagi disini tentang keyakinan kami dan mayoritas ummat Islam ketika ber-Istighotsah :</div> <div style="text-align: justify;"> Pertama : Bahwa siapa pun media Istighotsah kami (yang dimintai pertolongan) baik ia masih hidup atau sudah meninggal, baik ia hadir dihadapan kami atau tidak… I’tiqod kami adalah tiada yang dapat memberi pengaruh kemanfaatan atau menolak kemadhorotan kecuali Alloh atau atas izin Alloh.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kedua : Dalam keyakinan kami, mereka yang kami mintai pertolongan baik para Nabi atau Awliyaa’ (para wali) adalah “Ahibbaaulloh” yang “Rodhiyallohu ‘Anhum Wa Rodhuu ‘Anhu” (orang-orang yang dicintai oleh Alloh dan mereka juga mencintai Alloh).</div> <div style="text-align: justify;"> Selanjutnya yang kami maksud dengan Istighotsah yang tiada lain merupakan bentuk lain dari Tawassul, adalah sebagaimana dijelaskan oleh As Syaikh Jamil Afandi Shidqi Az Zahwi dalam kitabnya Al Fajrus Shodiq :</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> ان المراد بالاستغاثة بالانبياء والصالحين والتوسل بهم هو انهم اسباب ووسائل لنيل المقاصد وان الله تعالى هو الفاعل كرامة لهم لا انهم هم الفاعلون كما هو المعتقد الحق في سائر الأفعال</div> <div style="text-align: justify;">  Sesungguhnya yang dimaksud dengan Istighotsah dan Tawassul kepada para Nabi dan orang-orang sholih; bahwa mereka adalah sebab-sebab dan perantara untuk mencapai tujuan. Pada hakikatnya Alloh SWT adalah pelaku yang sebenarnya (yang mengabulkan do’a) sebagai penghargaan kepada mereka (para Nabi dan orang-orang sholih), sebagaimana I’tiqod yang benar dalam segala macam perbuatan. (Al Fajrus Shodiq, 53)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Istighotsah adalah bukan perbuatan syirik diantaranya adalah :</div> <div style="text-align: justify;"> Manusia Memita Pertolongan (beristighotsah) kepada Para Nabi Di Hari Kiamat</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> إِنَّ الشَّمْسَ تَدْنُو يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ فَبَيْنَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوا بِآدَمَ ثُمَّ بِمُوسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ</div> <div style="text-align: justify;"> “<i>Sesungguhnya matahari akan mendekat pada hari kiamat, sehingga keringat akan sampai pada separuh telinga. Maka ketika manusia berada dalam kondisi demikian, mereka meminta pertolongan kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Musa, selanjutnya kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam</i>.”  (HR, Al Bukhori)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yang perlu digaris bawahi dari hadits diatas dalam konteks permasalahan Istighotsah (meminta pertolongan) kepada makhluk diantaranya adalah :</div> <div style="text-align: left;"> 1. Bahwa manusia meminta pertolongan kepada para Nabi (makhluk)</div> <div style="text-align: left;"> 2. Perkara yang dimintakan pertolongan adalah tentang hal yang mutlaq menjadi kewenangan Alloh, yakni tentang syafaat (pertolongan) dihari kiamat.</div> <div style="text-align: justify;"> Selanjutnya jika ada yang berkata : “Bahwa meminta pertolongan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah khusus tentang syafaat dan hanya boleh/dapat dilakukan nanti di hari kiamat.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka perhatikanlah bukti berikut :</div> <div style="text-align: justify;"> Abu Huroiroh Mengadukan Lupa</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُهُ قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ</div> <div style="text-align: justify;"> “Wahai Rosululloh, saya mendengar banyak hadits darimu namun saya lupa. Saya ingin lupa ini hilang,” Abu Huroiroh mengadu.</div> <div style="text-align: justify;"> “Bentangkan selendangmu,” perintah beliau.</div> <div style="text-align: justify;"> Lalu Abu Huroiroh membentangkan selendangnya dan Nabi mengambil udara dengan tangannya dan meletakkannya pada selendang tersebut kemudian bersabda, “Lipatlah selendangmu!”</div> <div style="text-align: justify;"> Lalu Abu Huroiroh melipat selendangnya. “Sesudah peristiwa itu saya tidak pernah mengalami lupa,” ucap Abu Huroiroh. (HR. Al Bukhori)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Yang menjadi catatan dari hadits diatas, diantaranya adalah :</div> <div style="text-align: left;"> 1. Abu Huroiroh mengadu kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam</div> <div style="text-align: left;"> 2. Perkara yang dimintakan pertolongan adalah perkara Ghoiru ‘Adiy (tidak lumrah dapat dilakukan oleh manusia) yakni menghilangkan lupa.</div> <div style="text-align: left;"> 3. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak menolak permintaan Abu Huroiroh apalagi menganggapnya musyrik, bahkan Rosululloh mengabulkannya.</div> <div style="text-align: left;"> 4. Seandainya apa yang dilakukan oleh Abu Huroiroh tersebut adalah perbuatan syirik karena meminta pertolongan kepada makhluk untuk urusan yang tidak lumrah dapat dilakukan oleh manusia, niscaya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pasti akan melarangnya dan menyuruhnya langsung berdo’a kepada Alloh.</div> <div style="text-align: left;"> 5. Dalam redaksi hadits tersebut kita tidak mendapati Rosululloh berkata kepada Abu Huroiroh: <i>Mengapa engkau meminta kepadaku padahal Alloh lebih dekat kepadamu daripada aku</i>?. Nabi juga tidak mengatakan “<i>Aku bukan tempat maminta dan memohon pertolongan, mintalah kepada Alloh”…</i></div> <div style="text-align: justify;"> Ketahuilah…!!! Bahwa dalam keyakinan orang-orang beriman, apa yang dilakukan Rosululloh hanyalah sebagai sebab terkabulnya keinginan Abu Huroiroh. Sedangkan yang mengabulkan keinginan Abu Huroiroh tiada lain adalah Alloh.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hal yang sama juga terjadi dalam perkara lain :</div> <div style="text-align: justify;"> Memohon Pertolongan Dan Bantuan Kepada Alloh Lewat Nabi Dalam Mengatasi Musibah</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> فَهَذَا أَعْرَاِبّي يُنَادِيْهِ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَقُوْلُ : يَا رَسُولَ اللهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعْتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللهَ أَنْ يُغِيثَنَا فَدَعَا اللهَ وَجَاءَ الْمَطَرُ إِلَى الْجُمْعَةِ الثَّانِيَةِ ، فَجَاءَ وَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ تَهَدَّمَتِ الْبُيُوْتُ وَتَقَطَّعَتِ السُّبُلُ وَهَلَكَتِ الْمَوَاشِي .. يَعْنِي مِنْ كَثْرَةِ الْمَطَرِ فَدَعَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْجَابَ السَّحَابُ وَصَارَ الْمَطَرُ حَوْلَ الْمَدِيْنَةِ</div> <div style="text-align: justify;"> Seorang A’rabi memanggil Rosululloh saat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berkhutbah pada hari Jum’at ; “Wahai Rosululloh, harta benda rusak parah dan jalan-jalan terputus. Berdo’alah engkau kepada Allah agar Dia menurunkan hujan.”</div> <div style="text-align: justify;"> Beliau kemudian berdo’a dan turunlah hujan hingga jum’ah kedua. Berikutnya A’robi tadi datang lagi kepada beliau. “Wahai Rosululloh, rumah-rumah roboh, jalan-jalan terputus, dan binatang-binatang ternak mati…” yakni karena derasnya hujan.</div> <div style="text-align: justify;"> Akhirnya beliau shollallohu ‘alaihi wasallam berdo’a dan mendung pun hilang. Hujan terjadi di sekitar Madinah.” (HR. Bukhori, Muslim, dan yang lain)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sekali lagi dalam konteks hadits diatas Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan laki-laki tersebut untuk berdo’a langsung kepada Alloh, dan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam juga tidak mengingkari laki-laki tersebut karena mengadukan perkara yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh Alloh.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Selanjutnya jika dengan bukti-bukti diatas yang tentunya masih sangat banyak bukti-bukti yang lain yang tidak mungkin kami sebutkan semuanya dalam artikel terbatas ini masih ada yang berkata : “Bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan kepada Nabi.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka kami katakan : “Argument tersebut rapuh berdasar beberapa bukti :</div> <div style="text-align: justify;"> Pertama : Bahwa Alloh Yang Maha Suci tidak dapat disekutukan dengan apapun dan siapapun, baik dengan para Nabi atau yang lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Kedua : Perhatikan kisah dalam Al Qur’an berikut :<em id="__mceDel"> </em></div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> <i>Berkata Sulaiman: “ Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri</i>.” (QS, An Naml:38)</div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Sulaiman meminta kepada mereka untuk mendatangkan singgasana besar dari Yaman menuju tempatnya di Syam melalui cara di luar kebiasaan agar hal ini menjadi petunjuk bagi Bilqis dan pendorong untuk beriman.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ketika ‘Ifrit dari golongan jin mengatakan :</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> أَنَا آَتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ</div> <div style="text-align: justify;"> “ <i>Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu,</i> “ (QS, An Naml : 39) Maksudnya dalam waktu singkat.</div> <div style="text-align: justify;"> Nabi Sulaiman berkata, “Saya ingin yang lebih cepat dari itu.” Lalu seorang lelaki yang memiliki pengetahuan dari kitab yang notabene salah seorang paling jujur dan anggota majlis beliau berkata :</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> أَنَا آَتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ</div> <div style="text-align: justify;"> “ <i>Aku akan membawa singgasana itu sebelum matamu berkedip,</i> “ (QS, An Naml : 40)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Coba anda perhatikan kisah diatas: Bahwa Nabi Sulaiman Alaihis Salam meminta bantuan kepada pengikutnya (bukan seorang Nabi) untuk melakukan perkara yang tidak lumrah dapat dilakukan oleh manusia, dan yang menyanggupinya adalah seorang alim yang menjadi sekretaris Nabi Sulaiman yang dalam banyak riwayat beliau adalah Ashif Ibn Barkhiya’. Adakah Nabi Sulaiman telah melakukan perbuatan syirik karena meminta bantuan kepada selain Alloh untuk sesuatu yang tidak lumrah dapat dilakukan oleh manusia?… ataukah sang sekretaris telah menjadi sekutu bagi Alloh ?…. Renungkanlah!!!</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Selanjutnya jika dengan bukti-bukti diatas masih ada yang berkata : “Bahwa hal tersebut hanya dapat dilakukan jika yang dimintai pertolongan masih hidup dan hadir dihadapan orang yang meminta tolong.” Maka perhatikanlah bukti berikutnya :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;">  Utsman bin Hunaif Mengajarkan Tawassul</div> <div style="text-align: justify;">  Dalam riwayat Imam At Thobaroni, sahabat ‘Utsman bin Hunaif menuturkan sebuah kisah yang berkaitan dengan hadits tawassulnya orang buta yang mengadu kepada Rosululloh :</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> أَنَّ رَجُلاً كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي حَاجَةٍ لَهُ ، وَكَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَلَا يَنْظُرُ فِي حَاجَتِهِ ، فَلَقِيَ الرَّجُلُ عُثْمَانَ بْنَ حُنَيْفٍ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ ، فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ : اِئْتِ الْمِيْضأةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فيه رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قُلْ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيَقْضِي حَاجَتِي . وَتَذْكُرُ حَاجَتَكَ. فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ ، ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ فَجَاءَ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ فَأَدْخَلَهُ عَلَى عُثْمَانَ فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطَّنْفَسَةِ وَقَالَ : مَا حَاجَتُكَ ؟ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ فَقَضَاهَا لَهُ ، ثُمَّ قَالَ: مَا ذَكَرْتَ حَاجَتَكَ حَتَّى كَانَتْ هَذِهِ السَّاعَةُ ثُمَّ قَالَ: مَا كَانَتْ لَكَ حَاجَةٌ فَائْتِنَا ، ثُمَّ إِنَّ الرَّجُلَ لَمَّا خَرَجَ مِنْ عِنْدِه لَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حُنَيْفٍ وَقَالَ لَهُ : جَزَاكَ اللهُ خَيْراً مَا كَانَ يَنْظُرُ فِي حَاجَتِي وَلَا يَلْتَفِتُ إِلَيَّ حَتَّى كَلَّمْتَهُ فِيَّ ، فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: وَاللهِ مَا كَلَّمْتُهُ ، وَلَكِنْ شَهِدْتُ رَسُوْلَ اللهِ وَأَتَاهُ رَجُلٌ ضَرِيْرٌ فَشَكَا إِلَيْهِ ذِهَابَ بَصَرِهِ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ :أَوَ تَصْبِرُ ؟ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ وَقَدْ شَقَّ عليَّ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِي :اِئْتِ الْمِيْضأةَ فَتَوَضَّأْ ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ ادْعُ بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ ،فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: فَوَاللهِ مَا تَفَرَّقْنَا وَلَا طَالَ بِنَا الْحَدِيْثَ حَتَّى دَخَلَ الرَّجُلُ وَكَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضَرَرٌ قَطُّ</div> <div style="text-align: justify;"> bahwasannya pada masa pemerintahan Kholifah ‘Utsman bin ‘Affan, Seorang lelaki berulang-ulang datang kepada ‘Utsman ibn ‘Affan untuk keperluannya. ‘Utsman sendiri tidak pernah menoleh kepadanya dan tidak mempedulikan keperluannya. Lalu lelaki itu bertemu dengan ‘Utsman ibn Hunaif. Kepada Utsman ibn Hunaif ia mengadukan sikap Utsman ibn ‘Affan kepadanya.</div> <div style="text-align: justify;"> ‘Utsman bin Hunaif menyuruh laki-laki tersebut : “Pergilah ke tempat wudlu, lalu masuklah ke masjid untuk sholat dua raka’at. Kemudian bacalah doa’ : <i>Ya Alloh sungguh saya memohon kepada-Mu bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad, Nabi rahmat. Wahai Muhammad, saya menghadap kepada Tuhanmu denganmu. Maka kabulkanlah keperluanku.</i> ”<i>  </i>Dan sebutkanlah keperluanmu. (kata Utsman Ibn Hunaif)</div> <div style="text-align: justify;"> Lelaki itu pun pergi melaksanakan saran dari Utsman ibn Hunaif<i>. </i>Kemudian<i> </i>ia datang menuju pintu gerbang Utsman ibn Affan yang langsung disambut oleh penjaga pintu. Dengan memegang tangannya, sang penjaga langsung memasukkannya menemui Utsman ibn Affan. Kholifah (Utsman Ibn Affan) kemudian mempersilahkan keduanya duduk di atas  permadani bersama dirinya. “Apa keperluanmu?” tanya Kholifah. Lelaki itu pun menyebutkan keperluannya, kemudian Kholifah memenuhinya. “Engkau tidak pernah menyebutkan keperluanmu hingga tiba saat ini.” kata Utsman, “Jika kapan-kapan ada keperluan datanglah kepada saya,” lanjut Utsman Ibn Affan.</div> <div style="text-align: justify;"> Setelah keluar, lelaki itu berjumpa dengan Utsman ibn Hunaif dan menyapanya, ia mengira sebelum dirinya bertemu Kholifah, terlebih dahulu ‘Utsman bin Hunaif telah menemui sang Kholifah guna menyampaikan hajatnya, akan tetapi ‘Utsman bin Hunaif menolak prasangka leleki tersebut, dan berkata : “Demi Alloh, saya tidak pernah berbicara dengan Utsman ibn Affan. Namun aku menyaksikan Rosululloh didatangi seorang lelaki buta yang mengadukan matanya yang buta. “Adakah kamu mau bersabar?” kata Nabi. “Wahai Rosululloh, saya tidak memiliki penuntun dan saya merasa kerepotan,”katanya. Maka Nabi berkata padanya : “Datanglah ke tempat wudlu’ lalu berwudlu’lah kemudian sholatlah dua roka’at. Sesudahnya bacalah do’a ini.” Utsman ibn Hunaif berkata: “Maka demi Alloh, kami belum bubar dan belum lama obrolan selesai, akhirnya lelaki buta itu masuk seolah ia belum pernah mengalami kebutaan.”<i> </i>(HR. At Thobaroni.) Setelah menyebut hadits ini At Thobaroni berkomentar, “Status hadits ini shohih.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Perhatikan redaksi yang kami cetak tebal di atas (<i>Wahai Muhammad, saya menghadap kepada Tuhanmu denganmu. Maka kabulkanlah keperluanku.</i>)… betapa do’a tersebut diucapkan pada masa pemerintahan Kholifah Utsman Ibn Affan yang otomatis berarti Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah berpulang ke pangkuan Ar Rofiiqil A’laa….</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sekali lagi ingin kami sarankan… Fahamilah agama ini dengan benar melalui pemahaman para Ulama yang Mu’tabar dan Mu’tamad serta bersanad jelas… agar agama kita tidak mengalami distorsi yang justru berakibat fitnah yang merugikan bagi Ummat Islam dan Islam sendiri….</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wallohu A’lam…</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh: Abu Hilya </div> <div style="text-align: left;"> <br /></div> <div style="text-align: left;"> <span style="font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://ummatipress.com/2013/04/05/mereka-bilang-istighotsah-syirik-maka-sahabat-nabi-yang-beristighotsah-jadi-musyrik/" target="_blank">http://ummatipress.com/2013/04/05/mereka-bilang-istighotsah-syirik-maka-sahabat-nabi-yang-beristighotsah-jadi-musyrik/</a></span></div> <div id="divLookup" style="-moz-border-radius: 3px; background-color: #ffff77; color: black; left: 343px; padding: 3px; position: absolute; top: 4467px; z-index: 10000;"> <img border="0" src="data:image/gif,GIF89a%12%12%B3%FF%FF%FF%F7%F7%EF%CC%CC%CC%BD%BE%BD%99%99%99ZYZRUR%FE%01%02!%F9%04%04%14%FF%2C%12%12%04X0%C8I%2B%1D8%EB%3D%E4%60(%8A%85%17%0AG*%8C%40%19%7CJ%08%C4%B1%92%26z%C76%FE%02%07%C2%89v%F0%7Dz%C3b%C8u%14%82V5%23o%A7%13%19L%BCY-%25%7D%A6l%DF%D0%F5%C7%02%85%5B%D82%90%CBT%87%D8i7%88Y%A8%DB%EFx%8B%DE%12%01%3B" /></div>

KAJIAN SEDERHANA TENTANG ISTIGHOTSAH

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِي مَنْ أَلُوْذُ بِهِ (*) سِوَاكَ عِنْدَ حُلُوْلِ الْحَادِثِ الْعَمِمِ Wahai makhluk yang paling mulia, ...

Read more »

Melafadzkan Niat Terkhusus Sebelum Takbiratul Ihram

<div style="text-align: justify;"> Niat shalat hukumnya wajib, makanya dimasukkan dalam rukun shalat. Tempatnya adalah bersamaan dengan Takbiratul Ihram (Takbir Pertama dalam shalat). Hal ini telah disepakati oleh para ulama, terkhusus juga Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Didalam melakukan niat shalat (khususnya shalat fardlu), diwajibkan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:<br /> - Qashdul fi’li (قصد فعل) yaitu menyengaja mengerjakannya, lafadznya seperti (أصلي /ushalli/”aku menyengaja”)<br /> - Ta’yin (التعيين) maksudnya adalah menentukan jenis shalat, seperti Dhuhur atau Asar atau Maghrib atau Isya atau Shubuh.<br /> - Fardliyah (الفرضية) maksudnya adala menyatakan kefardhuan shalat tersebut, jika memang shalat fardhu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Adapun jika bukan shalat fardhu (shalat sunnah) maka tidak perlu Fardliyah (الفرضية).<br /> Jadi berniat, semisal (ﺍﺼﻠﻰ ﻓﺮﺽ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﺃﺩﺍﺀ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﻠﻰ/”Sengaja aku shalat fardhu dhuhur karena Allah”) saja sudah cukup.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Sekali lagi, niat tersebut dilakukan bersamaan dengan Takbiratul Ihram. Yang dinamakan “bersamaan” atau biasa disebut Muqaranah (ﻣﻘﺎﺭﻧﻪ) mengadung pengertian seperti termaktub dalam Fathul Mu’in Bisyarhi Qurratu ‘Ayn, yaitu :<br /> . وفي قول صححه الرافعي، يكفي قرنها بأوله<br /> “Menurut pendapat (qoul) yang telah dishahihkan oleh Al-Imam Ar-Rafi’i. bahwa cukup dicamkan bersamaan pada awal Takbir”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> وفي المجموع والتنقيح المختار ما اختاره الامام والغزالي: أنه يكفي فيها المقارنة العرفية عند العوام بحيث يعد مستحضرا للصلاة<br /> Didalam kitab Al-Majmu dan Tanqihul Mukhtar yang telah di pilih oleh Al-Imam Ghazali, bahwa “bersamaan” itu cukup dengan kebiasaan umum (‘Urfiyyah/ العرفية), sekiranya (menurut kebiasaan umum) itu sudah bisa disebut mencamkan shalat” (al-Istihdar al-‘Urfiyyah).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Al-Ibnu Rif’ah dan A-Imam As-Subki membenarkan pernyataan diatas, dan Al-Imam As-Subki mengingatkan bahwa yang tidak menganggap/menyakini bahwa praktek seperti atas (Muqaranah Urfiyyah ( ﻣﻘﺎﺭﻧﻪ ﻋﺭﻓﻴﻪ )) tidak cukup menurut kebiasaan), maka ia telah terjerumus kepada kewas-wasan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Pada dasarnya “bersamaan” atau biasa disebut Muqaranah (ﻣﻘﺎﺭﻧﻪ) adalah berniat yang bersamaan dengan takbiratul Ihram mulai dari awal takbir sampai selesai mengucapkannya, artinya keseluruhan takbir, inilah yang dinamakan Muqaranah Haqiqah ( ﻣﻘﺎﺭﻧﻪ ﺣﻘﻴﻘﺔ ).</div> <div style="text-align: justify;"> Namun, jika hanya dilakukan pada awalnya saja atau akhir dari bagian takbir maka itu sudah cukup dengan syarat harus yakin bahwa yang demikian menurut kebiasaan (Urfiyyah) sudah bisa dinamakan bersamaan, inilah yang dinamakan Muqaranah Urfiyyah ( ﻣﻘﺎﺭﻧﻪ ﻋﺭﻓﻴﻪ ).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Menurut pendapat IMAM MADZHAB selain Imam Syafi’i, diperbolehkan mendahulukan niat atas takbiratul Ihram dalam selang waktu yang sangat pendek.</div> <div style="text-align: justify;"> Tempatnya niat adalah di dalam hati. Sebagaimana diterangkan dalam Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, pada pembahasan فرائض الصلاة<br /> ومحلها القلب لا تعلق بها باللسان أصلا<br /> “niat tempatnya didalam hati, pada asalnya tidak terikat dengan lisan”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Allamah Al-Imam An-Nawawi, dalam kitab Al-Majmu’ (II/43) :<br /> فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزأه<br /> “sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim asy-Syafi’i, didalam Kitab Fathul Qarib, pada pembahasan Ahkamush Shalat ;<br /> اْلقَلْبُ مُحَلُّهَا بِفِعْلِهِ وَ الشَّيْءِ مُقْتَرَناً قَصْدُ هِيَ النِّيَةُ وَ<br /> “niat adalah memaksudkan sesuatu bersamaan dengan perbuatannya dan tempat niat itu berada di dalam hati.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, didalam Kifayatul Ahyar, pada bab (باب أركان الصلاة)]<br /> واعلم أن النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب فلا يكفي نطق للسان<br /> “Ketahuilah bahwa niat dalam semua ibadah menimbang dengan hati maka tidak cukup hanya dengan melafadzkan dengan lisan”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Demikian juga dikatakan dalam kitab yang sama (Kifayatul Akhyar) pada باب فرائض الصوم<br /> لا يصح الصوم إلا بالنية للخبر، ومحلها القلب، ولا يشترط النطق بها بلا خلاف<br /> Tidak sah puasa kecuali dengan niat, berdasarkan khabar (hadits shahih), tempatnya niat didalam hati, dan tidak Syaratkan mengucapkannya tanpa ada khilaf”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Keterangan : pada bab Fardhu PUASA ini, mengucapkan niat tidak disyaratkan artinya bukan merupakan syarat dari puasa. Dengan demikian tanpa mengucapkan niat, puasa tetap sah. Demikian juga dengan shalat, melafadzkan (mengucapkan) niat shalat bukan merupakan syarat dari shalat, bukan bagian dari fardhu shalat (rukun shalat). Jadi, baik melafadzkan niat (talaffudz binniyah) maupun tidak, sama sekali tidak menjadikan shalat tidak sah, tidak pula mengurangi atau menambah-nambah rukun shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy, didalam Tuhfatul Muhtaj (تحفة المحتاج بشرح المنهاج) [II/12] :<br /> والنية بالقلب<br /> “dan niat dengan hati”</div> <div style="text-align: justify;">  Al-Hujjatul Islam Al-’Allamah Al-Faqih Al-Imam Al-Ghazaliy, didalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh Al-Imam Asy-Syafi’i, Juz I, Kitabus Shalat pada al-Bab ar-Rabi’ fi Kaifiyatis Shalat ;<br /> “niat dengan hati dan bukan dengan lisan”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Semua keterangan diatas hanya menyatakan bahwa niat tempatnya didalam hati (tidak ada cap bid’ah), Amalan hati atau niat dengan hati. Demikian juga dengan niat shalat adalah didalam hati.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Sedangkan melafadzkan niat (Talaffudz binniyah) bukanlah merupakan niat, bukan pula aktifitas hati (bukan Amalan hati) namun aktifitas yang dilakukan oleh lisan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Niat dimaksudkan untuk menentukan sesuatu aktifitas yang akan dilakukan, niat dalam shalat dimaksudkan untuk menentukan shalat yang akan dilakukan. Dengan kata lain, niat adalah memaksudkannya sesuatu.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Ibnu Manzur dalam kitabnya yang terkenal yaitu Lisanul ‘Arab (15/347) berkata ;<br /> ” Meniatkan sesuatu artinya memaksudkannya dan meyakininya. Niat adalah arah yang dituju”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sebagaimana juga dikatakan didalam kitab Fathul Qarib :<br /> بِفِعْلِهِ وَ الشَّيْءِ مُقْتَرَناً قَصْدُ هِيَ وَ<br /> “niat adalah memaksudkan sesuatu bersamaan dengan perbuatannya”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab Al-Imam asy-Syafi’i, pada pembahasan Arkanush Shalat ;<br /> بالنيات الأعمال إنما قول لها ودلي القلب ومحلها فعله أجزاء بأول الشَّيْءِ مُقْتَرَناً قَصْدُ هِيَ وَ<br /> “(Niat), adalah menyengaja (memaksudkan) sesuatu bersamaan dengan sebagian dari perbuatan,tempatnya didalam hati. dalilnya sabda Nabi SAW ; (“بالنيات الأعمال إنما”)”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka, selagi lagi kami perjelas. Niat adalah Amalan hati, niat shalat dilakukan bersamaan dengan takbiratul Ihram, merupakan bagian dari shalat (rukun shalat), adapun melafadzkan niat (mengucapkan niat) adalah Amalan lisan (aktifitas lisan), yang hanya dilakukan sebelum takbiratul Ihram, artinya dilakukan sebelum masuk dalam bagian shalat (rukun shalat) dan bukan merupakan bagian dari rukun shalat. Niat shalat tidak sama dengan melafadzkan niat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Melafadzkan niat (Talaffudz binniyah) hukumnya sunnah. kesunnahan ini diqiyaskan dengan melafadzkan niat Haji, sebagaimana Rasulullah dalam beberapa kesempatan melafadzkan niat yaitu pada ibadah Haji.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> (مسلم رواه)وَحَجًّا عُمْرَةً لَبَّيْكَ يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ صَلَّى اللهِ رَسُوْلَ سَمِعْتُ قَالَ عَنْهُ اللهُ رَضِيَ اَنَسٍ عَنْ<br /> “Dari sahabat Anas ra berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW mengucapkan “Aku memenuhi panggilan-Mu (Ya Allah) untuk (mengerjakan) umrah dan haji” (HR. Imam Muslim)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam buku Fiqh As-Sunnah I halaman 551 Sayyid Sabiq menuliskan bahwa salah seorang Sahabat mendengar Rasulullah SAW mengucapkan (الْحَجَّ نَوَيْتُ اَوْ الْعُمْرَةَ نَوَيْتُ) “Saya niat mengerjakan ibadah Umrah atau Saya niat mengerjakan ibadah Haji”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Memang, ketika Rasulullah SAW melafadzkan niat itu ketika menjalankan ibadah haji, namun ibadah lainnya juga bisa diqiyaskan dengan hal ini, demikian juga Kesunnahan melafadzkan niat pada shalat juga diqiyaskan dengan pelafadzan niat dalam ibadah haji. Hadits tersebut merupakan salah satu landasan dari Talaffudz binniyah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hal ini, sebagaimana juga dikatakan oleh al-‘Allamah al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami didalam Kitab Tuhfatul Muhtaj (II/12) ;<br /> يأتي في الحج ما على وقياسا وإن شذ أوجبه من خلاف من وخروجا القلب اللسان ليساعد (التكبير قبيل)بالمنوي (النطق ويندب)<br /> “Dan disunnahkan melafadzkan (mengucapkan) niat sebelum takbir, agar lisan dapat membantu hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkanini) adalah syad ( menyimpang), dan Kesunnahan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafadzandalam niat haji”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Qiyas juga menjadi dasar dalam ilmu Fiqh,<br /> Al-Allamah Asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz didalam Fathul Mu’in Hal. 1 :<br /> والقياس والاجماع والسنة من الكتاب واستمداده<br /> Ilmu Fiqh dasarnya adalah kitab Al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Imam Nashirus Sunnah Asy-Syafi’i, didalam kitab beliau Ar-Risalah :<br /> ليس لأحد أبدا أن يقول في شيء حل ولا حرم إلا من جهة العلم وجهة العلم الخبر في الكتاب أو السنة أو الأجماع أو القياس<br /> “Selamanya tidak boleh seseorang mengatakan dalam hukum baik halal maupun haram kecuali ada pengetahuan tentang itu, pengetahuan itu adalah al-Kitab (al-Qur’an), as-Sunnah, Ijma; dan Qiyas.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> قلت لو كان القياس نص كتاب أو سنة قيل في كل ما كان نص كتاب هذا حكم الله وفي كل ما كان نص السنة هذا حكم رسول الله ولم نقل له قياس<br /> “Aku (Imam Syafi’i berkata), jikalau Qiyas itu berupa nas Al-Qur’an dan As-Sunnah, dikatakan setiap perkara ada nasnya didalam Al-Qur’an maka itu hukum Allah (al-Qur’an), jika ada nasnya didalam as-Sunnah maka itu hukum Rasul (sunnah Rasul), dan kami tidak menamakan itu sebagai Qiyas (jika sudah ada hukumnya didalam al-Qur’an dan Sunnah)”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah dinamakan qiyas jika memang tidak ditemukan dalilnya dalam al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika ada dalilnya didalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka itu bukanlah Qiyas. Bukankah Ijtihad itu dilakukan ketika tidak ditemukan hukumnya/dalilnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah ?</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jadi, melafadzkan niat shalat yang dilakukan sebelum takbiratul Ihram adalah Amalan sunnah dengan diqiyaskan terhadap adanya pelafadzan niat haji oleh Rasulullah SAW. Sunnah dalam pengertian ilmu fiqh, adalah apabila dikerjakan mendapat pahala namun apabila ditinggalkan tidak apa-apa. Tanpa melafadzkan niat, shalat tetaplah sah dan melafadzkan niat tidak merusak terhadap sahnya shalat dan tidak juga termasuk menambah-nambah rukun shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ulama Syafi’iyyah & ulama lainnya yang mensunnahkan melafadzkan niat (Talaffudz binniyah) adalah sebagai berikut ;</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Allamah asy-Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari (Ulama Madzhab Syafi’iiyah), dalam kitab Fathul Mu’in bi syarkhi Qurratul ‘Ain bimuhimmati ad-Din, Hal. 16 ;<br /> . (و) سن (نطق بمنوي) قبل التكبير، ليساعد اللسان القلب، وخروجا من خلاف من أوجبه.<br /> “Disunnahkan mengucapkan niat sebelum takbiratul ihram, agar lisan dapat membantu hati (kekhusuan hati), dan karena mengindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Imam Muhammad bin Abi al-’Abbas Ar-Ramli/Imam Ramli terkenal dengan sebutan “Syafi’i Kecil” dalam kitab Nihayatul Muhtaj (نهاية المحتاج), juz I : 437 :</div> <div style="text-align: justify;"> وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ<br /> خِلاَفِ مَنْ أَوْجَبَهُ<br /> “Disunnahkan (mandub) melafadzkan niat sebelum takbiratul Ihram agar lisan dapt membantu hati (kekhusuan hati), agar terhindar dari gangguan hati (was-was) dan karena mengindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya”.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Asy-Syeikhul Islam al-Imam al-Hafidz Abu Yahya Zakaria Al-Anshariy (Ulama Madzhab Syafi’iyah) dalam kitab Fathul Wahab Bisyarhi Minhaj Thullab (فتح الوهاب بشرح منهج الطلاب) [I/38] :<br /> ( ونطق ) بالمنوي ( قبل التكبير ) ليساعد اللسان القلب<br /> “(Disunnahkan) mengucapkan niat sebelum Takbir (takbiratul Ihram), agar lisan dapat membantu hati..”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Diperjelas (dilanjutkan) kembali dalam Kitab Syarah Fathul Wahab yaitu Hasyiyah Jamal Ala Fathul Wahab Bisyarhi Minhaj Thullab, karangan Al-’Allamah Asy-Syeikh Sulaiman Al-Jamal ;<br /> وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنْ الْوَسْوَاسِ وَخُرُوجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ انْتَهَتْ<br /> “dan sebuah penjelasan, agar lisan lisan dapat membantu hati, terhindar dari was-was, dan untuk mengindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkannya. selesai”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbainiy, didalam kitab Mughniy Al Muhtaj ilaa Ma’rifati Ma’aaniy Alfaadz Al Minhaj (1/150) ;<br /> ( ويندب النطق ) بالمنوي ( قبل التكبير ) ليساعد اللسان القلب ولأنه أبعد عن الوسواس<br /> “Disunnnahkan mengucapkan niat sebelum takbir, agar lisan dapat membantu hati dan sesungguhnya untuk menghindari kewas-was-was-an (gangguan hati)”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-’Allamah Asy-Syekh Muhammad Az-Zuhri Al-Ghamrawiy, didalam As-Siraj Al-Wahaj (السراج الوهاج على متن المنهاج) pada pembahasan tentang Shalat ;<br /> ويندب النطق قبيل التكبير<br /> ليساعد اللسان القلب<br /> “dan disunnahkan mengucapkan (niat) sebelum takbiratul Ihram, agar lisan dapat membantu hati”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-‘Allamah Sayid Bakri Syatha Ad-Dimyathiy, dalam kitab I’anatut Thalibin (إعانة الطالبين) [I/153] ;<br /> (قوله: وسن نطق بمنوي) أي ولا يجب، فلو نوى الظهر بقلبه وجرى على لسانه العصر لم يضر، إذ العبرة بما في القلب. (قوله: ليساعد اللسان القلب) أي ولانه أبعد من الوسواس. وقوله: وخروجا من خلاف من أوجبه أي النطق بالمنوي<br /> “disunnahkan melafadzkan niat] maksudnya (melafadzkan niat) tidak wajib, maka apabila dengan hatinya berniat shalat dzuhur namun lisannya mengucapkan shalat asar, maka tidak masalah, yang dianggap adalah didalam hati. [agar lisan membantu hati] maksudnya adalah terhindari dari was-was. [mengindari perselisihan dengan ulama yang mewajibkan] maksudnya dengan (ulama yang mewajibkan) melafadzkan niat.”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Al-‘Allamah Asy-Syekh Jalaluddin Al-Mahalli, di dalam kitab Syarah Mahalli Ala Minhaj Thalibin (شرح العلامة جلال الدين المحلي على منهاج الطالبين) Juz I (163) :<br /> (وَيُنْدَبُ النُّطْقُ) بِالْمَنْوِيِّ (قُبَيْلَ التَّكْبِيرِ) لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ<br /> “dan disunnahkan mengucapkan niat sebelum takbir (takbiratul Ihram), agar lisan dapat membantu hati”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Didalam Kitab Matan Al-Minhaj lisyaikhil Islam Zakariyya Al-Anshariy fi Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i :<br /> “(disunnahkan) melafadzkan (mengucapkan) niat sebelum Takbir (takbiratul Ihram)”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Kitab Safinatun Naja, Asy-Syaikh Al-‘Alim Al-Fadlil Salim bin Samiyr Al-Hadlramiy ‘alaa Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i ;<br /> النية : قصد الشيء مقترنا بفعله ، ومحلها القلب والتلفظ بها سنة<br /> “Niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan pekerjaannya, adapun tempatnya niat didalam hati sedangkan mengucapkan dengan lisan itu sunnah”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam kitab Nihayatuz Zain Syarh Qarratu ‘Ain, Al-’Allamah Al-’Alim Al-Fadil Asy-Syekh An-Nawawi Ats-Tsaniy (Sayyid Ulama Hijaz) ;<br /> أما التلفظ بالمنوي فسنة ليساعد اللسان القلب<br /> “adapun melafadzkan niat maka itu sunna supaya lisan dapat membantu hati”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dan sungguh begitu indahnya kata-kata ulama, mereka sebisa mungkin menghindari perselisihan bahkan dalam perkara yang seperti ini, tidak seperti saat ini, sebagian kelompok kecil yang begitu mudah membuat tuduhan bid’ah terhadap pendapat yang lainnya. Padahal dengan kata lain, tuduhan bid’ah yang mereka lontarkan, hakikatnya telah menghujat ulama dan menuduh ulama-ulama Madzhab yang telah mensunnahkannya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kesunnahan melafadzkan niat dari ulama Syafi’iiyah juga dapat dirujuk pada pendapat dalam kitab ulama syafi’iiyah lainnya maupun kitab-kitab ulama madzhab yang lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Melafadzkan niat (Talaffudz binniyah) juga merupakan ucapan yang baik, bukan ucapan yang buruk, kotor maupun tercela. Sebagai sebuah perkataan yang baik maka tentunya diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa dan Allah senang dengan perkataan yang baik.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan demikian ucapan yang terlontar dari lisan seorang hamba akan dicatat oleh malaikat sebagai amal bagi hamba tersebut.</div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman ;<br /> عَتِيدٌ رَقِيبٌ لَدَيْهِ إِلَّا قَوْلٍ مِن يَلْفِظُ مَا<br /> “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Al-Qaaf : 18)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> يَرْفَعُهُ الصَّالِحُ الْعَمَلُ وَ الطَّيِّبُ الْكَلِمُ يَصْعَدُ إِلَيْهِ اًجَمِيع الْعِزَّةُ فَلِلَّهِ الْعِزَّةَ يُرِيدُ كَانَ مَن<br /> ‘Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” (QS. Al-Fathir 10)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Maka demikian, melafadzkan niat (Talaffudz binniyah) sebagai sebuah ucapan yang baik, juga memiliki nilai pahala sendiri disisi Allah berdasarkan ayat al-Qur’an diatas.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Didalam madzhab lainnya selain madzhab Syafi’iiyah juga mensunnahkan melafadzkan niat, misalnya ; Mazhab Hanafi (Ulama Hanafiyah) berpendapat bahwa niat sholat adalah bermaksud untuk melaksanakan shalat karena Allah dan letaknya dalam hati, namun tidak disyaratkan melafadhkannya dengan lisan. Adapun melafadhkan niat dengan lisan sunnah hukumnya, sebagai pembantu kesempurnaan niat dalam hati. </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Ulama Maliki, Al-Imam Ad-Dasuqiy Al-Maliki rahimahullah didalam kitab Hasyiyahnya ‘alaa Syarh Al-Kabir berkata;<br /> قال الدسوقي رحمه الله تعالى في حاشيته على الشرح الكبير : لكن يستثنى منه الموسوس فإنه يستحب له التلفظ بما يفيد النية ليذهب عنه اللبس كما في المواق وهذا الحل الذي حل به شارحنا وهو أن معنى واسع أنه خلاف الأولى<br /> “dan tetapi dikecualikan bagi orang yang was-was maka sesungguhnya baginya di sunnahkan melafadzkan niat”</div> <div style="text-align: justify;"> <br /> Jadi, pendapat yang dianggap menyimpang/keliru adalah jika melafadzkan niat (talaffudz binniyah) dimasukkan sebagai bagian dari fardhu shalat atau shalat dianggap tidak cukup jika tanpa melafadzkan niat. Sebab mewajibkan talaffudz binniyah sama saja telah masukkannya sebagai bagian dari shalat. Maka yang sebenarnya tidak dikehendaki adalah dalam hal mewajibkannya bukan kesunnahan melafadzkan niat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br />Demikian kami sampaikan dengan sederhana masalah melafadzkan niat sebelum takbiratul Ihram. Mohon saudara-saudara dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah mengoreksi tulisan saya, karena beberapa bagian kami sadur dari beberapa hasil Bahtsul Masail beberapa Ponpes.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <img border="0" src="data:image/gif,GIF89a%12%12%B3%FF%FF%FF%F7%F7%EF%CC%CC%CC%BD%BE%BD%99%99%99ZYZRUR%FE%01%02!%F9%04%04%14%FF%2C%12%12%04X0%C8I%2B%1D8%EB%3D%E4%60(%8A%85%17%0AG*%8C%40%19%7CJ%08%C4%B1%92%26z%C76%FE%02%07%C2%89v%F0%7Dz%C3b%C8u%14%82V5%23o%A7%13%19L%BCY-%25%7D%A6l%DF%D0%F5%C7%02%85%5B%D82%90%CBT%87%D8i7%88Y%A8%DB%EFx%8B%DE%12%01%3B" /></div> <span style="font-size: x-small;">Sumber: <a href="http://ummatipress.com/2012/04/15/apa-itu-ahlussunnah-wal-jamaah/comment-page-1/#comments" target="_blank">http://ummatipress.com/2012/04/15/apa-itu-ahlussunnah-wal-jamaah/comment-page-1/#comments</a></span>

Melafadzkan Niat Terkhusus Sebelum Takbiratul Ihram

Niat shalat hukumnya wajib, makanya dimasukkan dalam rukun shalat. Tempatnya adalah bersamaan dengan Takbiratul Ihram (Takbir Pertama dala...

Read more »

Sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah SWT

<div style="text-align: justify;"> Dalam Hadits Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah :</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: right;"> عَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر) قَالَ: رَسُولُ الل.صَ. : إنَّ اللهَ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ يَلتَمِسُونَ أهْلِ الذّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قـَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا : هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ, فَيَحُفّـُونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّـهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عَبَيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ : هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ : لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَ اَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُوْلُ : فَمَا يَسْألُنِى ؟ فَيَقوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ : فَمِمَّا يَتَعَوَّذُوْنَ ؟ فَيَقولُوْنَ : مِنَ النَّارِ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُلُوْنَ : لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ : اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِكَةِ : فُلاَنٌ فَلَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُ : هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “Sesungguhnya Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling dijalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru :’Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan’. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga kelangit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik kelangit. Maka bertanyalah Allah swt. kepada mereka (padahal Dialah yan lebih mengetahui perihal mereka). </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman : Darimana kalian semua ? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata : Kami datang dari sekelompok hambaMu dibumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepadaMu. </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman : Apakah mereka pernah melihatKu ? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata: Tidak pernah ! </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman : Seandainya mereka pernah melihatKu ? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihatMu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepadaMu, lebih bersemangat memujiMu dan lebih banyak bertasbih padaMu. </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman: Lalu apa yang mereka pinta padaKu ? </div> <div style="text-align: justify;">  Malaikat berkata: Mereka minta sorga kepadaMu. </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat sorga ? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata : Tidak pernah! </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihanya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya. </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman: Dari hal apa mereka minta perlindungan ? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata: Dari api neraka. </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat neraka ?</div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata: Tidak pernah! </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka ? </div> <div style="text-align: justify;"> Malaikat berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya. </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman: Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka. Salah satu dari malaikat berkata : Disitu ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga ?). </div> <div style="text-align: justify;"> Allah berfirman : Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa”. </div> <div id="divLookup" style="-moz-border-radius: 3px; background-color: #ffff77; color: black; left: 503px; padding: 3px; position: absolute; top: 274px; z-index: 10000;"> <img border="0" src="data:image/gif,GIF89a%12%12%B3%FF%FF%FF%F7%F7%EF%CC%CC%CC%BD%BE%BD%99%99%99ZYZRUR%FE%01%02!%F9%04%04%14%FF%2C%12%12%04X0%C8I%2B%1D8%EB%3D%E4%60(%8A%85%17%0AG*%8C%40%19%7CJ%08%C4%B1%92%26z%C76%FE%02%07%C2%89v%F0%7Dz%C3b%C8u%14%82V5%23o%A7%13%19L%BCY-%25%7D%A6l%DF%D0%F5%C7%02%85%5B%D82%90%CBT%87%D8i7%88Y%A8%DB%EFx%8B%DE%12%01%3B" /></div>

Sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah SWT

Dalam Hadits Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah : عَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر) قَالَ: رَسُولُ الل.صَ. : إنَّ ا...

Read more »

10 Sahabat Rasul yang Dijamin Surga

<div class="list_box balloon_box type_tweet" style="text-align: justify;"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337374561257549825"> <div class="balloon_body rad5"> Setiap orang pasti ingin masuk surga.Namun, tak mudah untuk meraihnya.Tak cukup hanya mengaku sebagai Muslim,butuh ketaatan dan pengorbanan  Lihatlah bagaimana sikap itu ditunjukkan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW). Tidak hanya harta, jiwa dan raga pun rela mereka persembahkan untuk kejayaan Islam. <br /> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337374896688594944"> <div class="balloon_body rad5"> <div class="status"> <div class="status_right"> </div> </div> </div> </div> </div> <br /> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_img"> </div> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337377312544796672"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> Dari sekian banyak sahabat Nabi, ada sepuluh sahabat yang memperoleh jaminan surga (Asratul Kiraam).</div> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337377454526173184"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337378476816490496"> (1.) Abu Bakar Ash-Shiddiq Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ’anhu RA adalah khalifah pertama, setelah Nabi SAW wafat. Ia sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah SAW, kemanapun NabiSAW  pergi, ia selalu menyertainya. Termasuk saat Rasul SAW dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah, suatu perjalanan yang penuh dengan risiko. Sejak remaja, Abu Bakar telah bersahabat dengan Nabi. Ia juga org pertama yg memeluk Islam. Tidaklah sulit baginya untk mempercayai ajaran Islam, karena tahu betul keagungan akhlak Rasulullah SAW. Demikian juga saat Nabi SAW menyampaikan peristiwa Isra Mi’raj. Abu Bakarlah sahabat yang pertama kali membenarkan peristiwa tersebut. Oleh sebab itu, ia diberi gelar oleh Rasulullah SAW yakni Ash-Shiddiq (yang benar, jujur, dan membenarkan). Abu Bakar wafat dlm usia 63 tahun (13 Hijriah).Ia dikebumikan di Madinah bersebelahan dgn makam Rasulullah SAW. Ia diriwayatkan 142 Hadits.</div> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337378476816490496"> <br /> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337378630596431872"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337378699370438656"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337378870825193472"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337379909053870080"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337380044244672512"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (2.)‘Umar bin Khattab ‘Umar bin Khaththab RA adalah khalifah kedua. Ia termasuk sahabat yang sangat dikasihi oleh Nabi SAW. Sebelum masuk Islam, ia dikenal sebagai sosok yang jago gulat dan gemar mabuk-mabukan. Seluruh penduduk Makkah merasa takut kepadanya. ’Umar memeluk Islam setelah mendengar surat Thoha yang dibacakan saudara perempuannya. Ia sangat keras dalam membela agama Allah. Ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraisy terhadap diri Nabi SAW dan sahabat. Saat ia diangkat menjadi khalifah, kekuasaan Islam bertambah. Persia & Romawi Timur dpt ditaklukan dlm kurun waktu 1 thn (636-637 M).Pemimpin yang sederhana dan peduli para rakyatnya ini, wafat setelah dibunuh Abu Lukluk saat hendak memimpin shalat ( 23 H/644 M). Ia dimakamkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah SAW.</div> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337380169247510528"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337380248041684993"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337380814981562370"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337380935827849217"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337381846130249728"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337383290094882816"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (3.) ‘Utsman bin Affan ‘Utsman bin Affan RA adalah khalifah Islam ketiga. Pada saat kepemimpinannya, ia berhasil mengumpulkan wahyu, dan menyusunnya dalam bentuk mushaf Al- Qur’an. ’Utsman masuk Islam lewat ajakan Abu Bakar As-Siddiq. Ia mendapat gelar Dzun Nur ’Ain (Pemilik Dua Cahaya), karena menikahi dua putri Nabi, Ruqayyah dan Ummu Kultsum.’Utsman dikenal sebagai saudagar kaya dan dermawan. Ia selalu menafkahkan hartanya di jalan Allah. Saat berkecamuk perang Tabuk,.’Utsman menyumbang lebih dari 940 unta, kemudian membawa 60 kuda untuk menggenapinya menjadi 1000. Usman Wafat pada tahun 35H atau 655M.<br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337383447809105920"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337383514272051200"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337383546006159361"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337389407499874306"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (4.) ‘Ali bin Abi Thalib ‘Ali bin Abi Thalib RA dilahirkan di Makkah tahun 598 Masehi. Suami dari putri Nabi, Fatimah, ini merupakan orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Sebagian meriwayatkan saat itu usianya 10 tahun. ’Ali terkenal orang yang sangat berani, ahli siasat perang, dan cerdas. Pada saat peristiwa hijrah, ’Ali tidur di atas tempat tdur Rasulullah SAW. Sehingga,para tentara Quraisy yg mengepung rumah Nabi, mengira Nabi masih berada di dlm rumah. ’Ali wafat pada tahun 40 Hijriyah, setelah ditikam oleh Abdurrahman bin Muljam dengan pedang yang beracun setelah shalat Shubuh. Ia meninggal dalam usia 63 tahun dan menjabat sebagai khalifah selama 4 tahun 9 bulan. Beliau dimakamkan di Kufah, Irak.<br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337389560759734272"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337389768524582912"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337389816998137857"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337389847922741249"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337390400102875136"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (5.) Thalhah bin Abdullah Thalhah bin ’Abdullah dikenal sebagai salah satu konsultan Rasulullah. Ia berasal dari suku Quraisy. Saat berkecamuk perang Uhud, Thalhah ikut serta. Di arena tersebut ia menderita luka parah. Dia menjadikan dirinya sebuah perisai bagi Rasulullah SAW dan mengalihkan panah yang akan menancap diri Nabi dengan tangannya.<br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337390530273087489"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> Sehingga semua jari-jarinya putus. Thalhah wafat pada 36 H atau 656 M. Ia Syahid saat mengikuti perang Jamal.<br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337390705574023169"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337390828567789571"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (6.) Zubair bin Awwam Zubair bin Awwan termasuk golongan yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun). Usianya saat itu baru 15 tahun. Pembelaannya terhadap Islam begitu nyata, Zubair tidak pernah absen dalam berbagai petempuran bersama kaum muslimin. Ia selalu berada di garda depan saat jihad dikumandangkan. Sekujur tubuhnya terdapat luka dari hasil peperangan. Ia sangat dicintai Rasulullah SAW. Saat terjadi perseturuan di antara kaum muslimin, Zubair tidak sedikit pun memihak yang berseteru. Ia malah berusaha menyatukannya. Zubair ditikam ketika sedang menghadap Allah, ia wafat pada tahun 36H atau 656M.<br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337390953738420224"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391032981401600"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391090804076544"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391135871877122"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391255195639808"> 7. Sa’ad bin Abi Waqqas Sa’ad bin Abi Waqqas memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Ia sangat mahir menunggang kuda dan memanah. Jika ia memanah musuh dalam sebuah peperangan pastilah tepat sasaran. Hampir seluruh peperangan ia ikuti. Saat awal memeluk Islam, ibunya mengancam mogok makan dan minum. Dengan harapan, Sa’ad kembali ke ajaran nenek moyang. Namun, hampir sang ibu menemui ajal, ancaman itu dihiraukannya. Ia tidak menjual keyakinannya dengan apa pun, nyawa ibunya sekalipun. Saat periode Khalifah Umar bin Khattab, Sa’ad diangkat sebagai gubernur militer di Iraq yang bertugas mengatur pemerintahan dan sebagai panglima tentara. Sa’ad wafat pada usia 70 tahun (55H atau 675M). Ia dimakamkan ditanah Baqi’</div> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391255195639808"> <br /> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391318600908801"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391844394692609"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337391918357037057"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337392007762825217"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337394404023205889"> (8.) Sa’id bin Zaid Sa’id adalah di antara sahabat yang beruntung. Dia masuk Islam bersama-sama istrinya, Fathimah binti Al-Khaththab, adik perempuan ‘Umar bin Khaththab. Sa’id membaktikan segenap daya dan tenaganya untuk berkhidmat kepada Islam. Ketika memeluk Islam usianya belum genap 20 tahun. Sa’id turut berperang bersama Rasulullah dalam setiap peperangan. Ia turut bersama kaum muslimin mencabut singgasana Kisra Persia. Sa’id pernah diperintahkan Rasulullah SAW untuk memata2i aktivitas musuh. Ia wafat dalam usia 70 tahun (51H atau 671M), dan dimakamkan di Baqi’, Madinah.</div> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337394404023205889"> <br /> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337394669560401921"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337394708424839168"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337394905624223744"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (9.) ‘Abdurrahman bin ‘Auf Abdurrahman bin ’Auf juga termasuk tujuh orang yang pertama masuk Islam. Ia di antara sahabat Rasul yang memiliki harta berlimpah. Selurah hartanya itu ia peroleh melalui perniagaan. Kesuksesannya tidak membuat ia lupa diri. Ia selalu menafkahkan hartanya di jalan Allah. Bahkan saat ia diberitakan Rasulullah SAW bahwa dirinya dijamin masuk surga, semangat bersedekahnya semakin membara. Tak kurang dari 40.000 dirham perak, 40.000 dirham emas, 500 ekor kuda perang, dan 1.500 ekor unta ia sumbangkan untuk perjuangan menegakkan Islam. Abdurrahman sempat berhijrah ke Habasyah sebanyak dua kali. Ia wafat pada umur 72 tahun (32H/652M) <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337395027938533377"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337396988377190401"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337397094400811009"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337397164676378624"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337397299430952963"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> (10).Abu ‘Ubaidah bin Jarrah Rasulullah pernah memberikan pernyataan tentang Abu ‘Ubaidah. “Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan sesungguhnya kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah,” begitu kata Rasulullah SAW. Abu Ubaidah orang yang amanah dan jujur dalam berperilaku. Abu Ubaidah masuk Islam melalui perantara Abu Bakar As-Shiddiq diawal kerasulan Rosululloh Muhammad SAW. Ia beberapa kali dipercaya Rasul memimpin peperangan. Ia wafat pada tahun 18H atau 639M. <br /> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337397446864957440"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337397517773840385"> <div class="list_box balloon_box type_tweet"> <div class="balloon_module" id="tweet_id_804251011_337397762171740160"> <div class="balloon_body rad5"> <div class="tweet"> </div> <div class="tweet"> <span style="font-size: x-small;">Sumber :  <a href="http://chirpstory.com/li/80642" target="_blank">http://chirpstory.com/li/80642</a></span></div> <div class="tweet"> <span style="font-size: xx-small;">(dengan sedikit perubahan)</span></div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div> </div>

10 Sahabat Rasul yang Dijamin Surga

Setiap orang pasti ingin masuk surga.Namun, tak mudah untuk meraihnya.Tak cukup hanya mengaku sebagai Muslim,butuh ketaatan dan pengorb...

Read more »

Ciri-ciri dan Kriteria Ahlus sunnah Wal Jamaah

<div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Ciri-ciri berikut ini adalah sekaligus menjadi barometer Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">1. Tentang Ketuhanan :</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Ahlussunnah Wal Jamaah layak dialamatkan kepada suatu kelompok atau golomga jika mereka memiliki ciri-ciri sebagai berikut:<br /> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <ol style="text-align: justify;"> <li><span style="font-size: small;">Meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang esa yang berhak disembah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya yang tiada sama dengan makhluk.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Zat Allah dapat dilihat dengan mata kepala, dan orang-orang mukmin akan melihat-Nya dalam surga kelak.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Segala sesuatu yang terjadi merupakan atas kehendak-Nya namun pada makhluk terdapat ikhtiyari (usaha makhluk).</span></li> <li><span style="font-size: small;">Menolak faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Menolak faham Jabariyah (segala sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk)</span></li> <li><span style="font-size: small;">Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah)</span></li> </ol> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">2. Tentang Malaikat:</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <ol style="text-align: justify;"> <li><span style="font-size: small;">Malaikat itu ada dan jumlahnya tidak terhingga. Setiap malaikat memiliki tugasnya masing-masing, mereka selalu taat kepada perintah Allah.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Ummat Islam hanya diwajibkan mengetahui sepuluh nama malaikat yang utama yang mempunyai tugasnya masing-masing.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Sehubungan dengan keimanan tentang adanya malaikat, ummat islam juga diwajibkan meyakini adanya jin, iblis dan syaithan.</span></li> </ol> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">3. Tentang Kerasulan:</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <ol style="text-align: justify;"> <li><span style="font-size: small;">Meyakini bahwa semua Rasul adalah utusan-Nya yang diberikan mu`jizat kepada mereka sebagi tanda kebenaran mereka.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Rasulullah SAW penutup segala Nabi dan Rasul yang diutus kepada bangsa arab dan bangsa lainnya, kepada manusia dan jin.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Mencintai seluruh Sahabat Rasulullah Saw.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Meyakini bahwa shahabat yang paling mulia adalah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Menghindari membicarakan masalah permusuhan sesama sahabat kecuali untuk menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum muslimin menyikapinya.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Meyakini Ibunda dan Ayahanda Rasulullah masuk surga berdasarkan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 :</span></li> </ol> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: right;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` : 15)</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"><span style="color: red;">Kedua orang tua Nabi wafat pada zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.</span></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">” Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud “.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Sebagian Ulama’ menafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya. Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrahim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhnya dan juga pamannya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Jelas sekali Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam At Taubah ayat 28</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: right;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">4. Tentang kitab:</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <ol style="text-align: justify;"> <li><span style="font-size: small;">Al quran, Taurat, Injil, Zabur adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai pedoman bagi ummat.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Al Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluk dan bukan sifat bagi makhluk.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Tentang ayat mutasyabihat, dalam Ahlussunnah ada dua pandangan para ulama:</span></li> </ol> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <ul style="text-align: justify;"> <li><span style="font-size: small;">Ulama salaf (ulama yang hidup pada masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih memilih tafwidh (menyerahkan kepada Allah) setelah Takwil Ijmali (umum/global) atau dikenal juga dengan istilah tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya setelah itu menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Ulama khalaf (Ulama pada masa setelah 500 Hijriyah) lebih memilih ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan dan menentukan arti yang dimaksudkan dari kalimat tersebut.</span></li> </ul> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Dalam menentukan langkahnya, Ulama Salaf dan Ulama Khalaf sama-sama berpegang pada surat: Ali Imran ayat: 7</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: right;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Artinya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk mencari-cari penafsirannya,”</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">[a]. >> dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">[b]. >> dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span><address> <span style="font-size: small;">• Ulama Khalaf berpendapat bahwa kalimat الرَّاسِخُونَ di’athafkan kepada lafadh اللَّهُ dan jumlah يَقُولُونَ آَمَنَّا merupakan jumlah musta`nafah (permulaan baru) untuk bayan (menjelaskan) sebab iltimas takwil. Terjemahan [a] merupakan terjemahan berdasarkan pendapat Ulama Khalaf.<br /> • Ulama Salaf berpendapat bahwa kalimat الرَّاسِخُونَ merupakan isti`naf. Terjemahan [b] merupakan terjemahan berdasarkan pendapat Ulama Salaf.</span></address> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">5. Tentang kiamat:</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <ol style="text-align: justify;"> <li><span style="font-size: small;">Kiamat pasti terjadi, tiada keraguan sedikit pun.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Meyakini adanya azab kubur.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Kebangkitan adalah hal yang pasti.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Surga adalah satu tempat yang disediakan untuk hamba yang dicintai-Nya.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Neraka disediakan untuk orang-orang yang ingkar kepada-Nya.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Meyakini adanya hisab (hari perhitungan amalan).</span></li> <li><span style="font-size: small;">Meyakini adanya tempat pemberhentian hamba setelah bangkit dari kubur.</span></li> <li><span style="font-size: small;">Meyakini adanya Syafaat Rasulullah, ulama, syuhada dan orang-orang mukmin lainnya menurut kadar masing-masing.</span></li> </ol> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya adalah diketahui melalui lisan Rasul-Nya bukan melalui akal.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">7. Tidak mengatakan seseorang ahli tauhid dan beriman telah pasti masuk surga atau neraka kecuali orang-orang yang telah mendapat pengakuan dari Rasulullah bahwa ia masuk surga.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">8. Tidak mengada-ngadakan sesuatu dalam agama kecuali atas izin Allah.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">9. Tidak menisbahkan kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">10. Meyakini bahwa shadaqah dan doa kepada orang mati bermanfaat dan Allah memberi manfaat kepada mayat dengan shadaqah dan doa tersebut.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">11. Meyakini adanya karamah orang-orang shaleh.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">12. Tidak mengkafirkan seorang pun dari ahli kiblat (shalat) dengan sebab dosa yang mereka lakukan seperti zina, mencuri, minum khamar dll.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;"><span style="font-size: small;">13. Masalah sifat dua puluh. Para ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah sebenarnya tidak membataskan sifat-sifat kesempurnaan Allah hanya kepada 20 sifat saja.</span></span></h3> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"> </span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;">Bahkan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah pasti Allah wajib memiliki sekian sifat tersebut, sehingga sifat-sifat kamalat (kesempurnaan dan keagungan) Allah itu sebenarnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan saja.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-size: small;"><span style="font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://ummatipress.com/2012/04/29/inilah-kriteria-ahlussunnah-wal-jamaah/" target="_blank">http://ummatipress.com/2012/04/29/inilah-kriteria-ahlussunnah-wal-jamaah/</a></span> </span></div> <div id="divLookup" style="-moz-border-radius: 3px; background-color: #ffff77; color: black; left: 21px; padding: 3px; position: absolute; top: 3002px; z-index: 10000;"> <img border="0" src="data:image/gif,GIF89a%12%12%B3%FF%FF%FF%F7%F7%EF%CC%CC%CC%BD%BE%BD%99%99%99ZYZRUR%FE%01%02!%F9%04%04%14%FF%2C%12%12%04X0%C8I%2B%1D8%EB%3D%E4%60(%8A%85%17%0AG*%8C%40%19%7CJ%08%C4%B1%92%26z%C76%FE%02%07%C2%89v%F0%7Dz%C3b%C8u%14%82V5%23o%A7%13%19L%BCY-%25%7D%A6l%DF%D0%F5%C7%02%85%5B%D82%90%CBT%87%D8i7%88Y%A8%DB%EFx%8B%DE%12%01%3B" /></div>

Ciri-ciri dan Kriteria Ahlus sunnah Wal Jamaah

Ciri-ciri berikut ini adalah sekaligus menjadi barometer Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam...

Read more »

Pentingnya mengimbangi dominasi media-media 'Wah*abi' di Internet

<div style="text-align: justify;"> Sangatlah penting bagi kita aswaja untuk mengimbangi dominasi media2 'Wah*abi' di Internet. Hampir sebagian besar website yang ada berhaluan wah*abi, sehingga hal ini menjadi suatu hal yang cukup mengkhawatirkan. Karena apa, sebagaimana kita tahu bahwa masyarakat yang awam agama pada kurun waktu belakangan ini, mencari informasi mengenai agama hanya lewat internet (dalam hal ini google). Sedangkan, apabila mereka mengoogling sesuatu hal, misalnya hukum tawassul, hasil pencarian pada google sebagian besar menampilkan link-link web wah*abi. Sehingga mereka mendapatkan informasi atau dalil yang tidak sesuai dengan aswaja. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan masih sedikitnya web-web aswaja yang ada di internet. </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Oleh karena itu, marilah kita memperbanyak dalam hal mensyiarkan aswaja agar tidak kalah oleh dominasi media-media wah*abi. Agar umat tidak ikut-ikutan tersesat seperti mereka.</div>

Pentingnya mengimbangi dominasi media-media 'Wah*abi' di Internet

Sangatlah penting bagi kita aswaja untuk mengimbangi dominasi media2 'Wah*abi' di Internet. Hampir sebagian besar website yang ada ...

Read more »

Hakikat Pengabulan Doa

<div align="left" style="text-align: justify;"> <b>SESUNGGUHNYA</b> ketika engkau berdoa kepada Allâh <i>Jalla wa ‘Alâ</i>, maka Allâh menjawab doamu. Jika engkau berkata, “Wahai Tuhanku,” maka Dia berkata, “<i>Labbaik</i> hamba-Ku.” Setiap doa pasti dijawab oleh Allâh. Adapun mengenai permintaan yang kau ajukan dalam doamu, maka Allâh akan melihatnya terlebih dahulu. Jika yang kau minta itu baik dan bermanfaat untukmu, maka Allâh akan memberikannya. Tetapi, jika yang kau minta itu buruk dan tidak bermanfaat untukmu, maka Allâh tidak akan memberikannya.</div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> Allâh hanya akan memberikan sesuatu yang menurut-Nya baik untukmu, bukan sesuatu yang menurut-Nya buruk meskipun menurutmu baik. Sesungguhnya apa yang kau pinta itu akan Dia berikan sesuai dengan ilmu-Nya. Sebagai contoh, jika anakmu yang masih kecil yang kau sayangi datang menemuimu dan meminta sesuatu yang akan membahayakan dirinya sedangkan dia tidak tahu bahwa apa yang dia minta itu berbahaya baginya, apa yang akan kau lakukan? Kau akan mengabulkan permintaannya atau menolaknya? Dengan cara demikian sesungguhnya penolakanmu adalah sebuah pemberian, sebab engkau mencegahnya dari sesuatu yang akan membahayakan dirinya.</div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> Begitulah perlakuan Allâh kepada hamba-hamba-Nya. Allâh selalu memilihkan yang terbaik bagi mereka, sebab Dia menyayangi mereka lebih daripada kasih sayang mereka kepada dirinya sendiri. Dan Dia lebih mengasihi mereka daripada kedua orang tua mereka.</div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <em>Oleh: Habib ‘Abdullah bin Muhsin Alatas</em></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <span style="font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://www.ar-raudhah.info/hakikat-pengabulan-doa/" target="_blank">http://www.ar-raudhah.info/hakikat-pengabulan-doa/</a></span><em> </em></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <em><br /></em></div> <div align="left" style="text-align: justify;"> <em> </em> </div>

Hakikat Pengabulan Doa

SESUNGGUHNYA ketika engkau berdoa kepada Allâh Jalla wa ‘Alâ , maka Allâh menjawab doamu. Jika engkau berkata, “Wahai Tuhanku,” maka Dia b...

Read more »

Ahlusunnah wal Jamaah

<div style="text-align: justify;"> Istilah “Ahlusunnah Wal jamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Wal jamaah” اهل السنه والجماعه. <br />Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:</div> <div style="text-align: justify;"> a. Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau “pengikut’</div> <div style="text-align: justify;"> b. Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti “tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.</div> <div style="text-align: justify;"> c. Wa, yang berarti “dan atau “serta”</div> <div style="text-align: justify;"> d. Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti ‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Talib).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Selanjutnya, jalan hidup Rasul SAW. tidak lain ialah ekspresi nyata dari isi kandungan al-Quran. Ekspresi nyata tersebut kemudian biasa diistilahkan dengan “al- Sunnah” atau “al-Hadits’ Kemudian, al-Quran sebagai Wahyu Ilahi, terkemas sendiri dalam mushaf al-Quran al Karim”,  sedangkan ekspresi nyatanya pada diri Rasul SAW. pun terkemas secara terpisah dalam “mushaf al-sunnah, al-hadits’ seperti dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, sunan Al Tirmizi, Sunan al-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah, serta Kitab-kitab al Hadits yang disusun oleh para ulama lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Sementara itu, para sahabat, khususnya sahabat empat; adalah generasi pertama dan utama dalam melazimi “Perilaku Rasulullah SAW., sehingga jalan hidup mereka praktis merupakan penjabaran nyata dan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Setiap langkah hidupnya, praktis merupakan aplikasi dari norma-norma yang terkandung dan dikehendaki oleh ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan kontrol langsung dari baginda Rasul SAW. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relatif terjamin kelurusannya dalam mempedomani ajaran Islam, sehingga jalan hidup mereka pulalah yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah jalan hidup Rasul SAW.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun wujud kongkritnya, Ahlussunnah Waljamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk al-Quran dan al Sunnah al Sahihah. Artinya dalam segala hal selalu merujuk kepada petunjuk al-Quran dan al-Sunnah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan kata lain, Ahlussunnah Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul SAW. dan jejak hidup para sahabatnya, dengan senantiasa berpegang teguh kepada al-Qunan dan A-Sunnah.</div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;">عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِفْتَرَ قَتْ الْيَهُوْدُ عَلَىءِاحْدَىوَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً, وَاَفْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ائْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. وَتَفَرَّقَ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً (رواه الاربعه)</span></h3> <div style="text-align: justify;"> “Dari sahabat Abu Hurairah ra. dia berkata, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : Umat Yahudi telah pecah menjadi 71 golongan dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal pecah menjadi 73 golongan” (Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits ini, tidak secara tegas menyatakan adanya golongan yang disebut “Ahlussunnah Waljamaah”. Tetapi baru diisyaratkan bakal terpecahnya umat Rasulullah SAW menjadi 73 golongan (firqah). Maka golongan ahlussunnah Waljamaah berarti salah satu dari ke-73 golongan tersebut.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Hadits lain, yakni yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah Ibnu Umar ra., bahwasanya Nabi SAW. beriabda:</div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;">…وَاِنَّ بَنِى اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً. كُلُّهُمُ فِى النَّارِ اِلاَمِلَّةً وَاحِدَةً. قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْل اللهِ؟ قَالَ: مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِي (رواه الترمذى)</span></h3> <div style="text-align: justify;"> “… Dan sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja. Para sahabat bertanya: Siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? jawabnya: Itulah golongan yang senantiasa mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku”. (HR. Al Tirmizi).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dalam teks hadits ini, meskipun belum secara tegas terungkap istilah “Ahlussunnah Waljamaah”; namun maknanya sudah tersirat di dalamnya, yakni bahwa golongan yang selamat dari ancaman neraka itu adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak (Jalan hidup) Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Padahal, makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai batasan (pengertian) Ahlussunnah Waljamaah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Dengan demikian, maka golongan Ahlussunnah Waljamaah ialah satu-satunya golongan umat Rasul yang selamat dari ancaman neraka. Hal ini lebih tegas lagi diungkapkan dalam hadits lain yang berbunyi:</div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;">وَالَّذِىْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. فَوَاحِدَةً فَى الْجَنَّةُ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ. قِيْلَ: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (رواه الطبرانى)</span></h3> <div style="text-align: justify;"> (Rasulullah SAW) bersumpah: Demi zat yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku bakal terpecah, menjadi 73 golongan. Maka yang satu golongan masuk syurga, sedangkan yang 72 golongan masuk neraka. Sedang sahabat bertanya : Siapakah golongan yang masuk itu ya Rasulullah? Jawabnya Yaitu golongan Ahlussunnah Waljamaah” (HR. al-Tabrani)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Teks Hadits secara langsung menyebutkan kata “Ahlussunnah Waljamaah” sebagai satu-satunya golongan yang dinyatakan bakal masuk surga.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Berdasarkan ketiga hadits tersebut, jelaslah bahwa umat Islam akan terpecah ke dalam banyak golongan, Sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. Di antara sekian banyak (73) golongan itu, terdapat satu golongan yang selamat dari ancaman neraka, yakni golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulullah SAW. dan jejak hidup para sahabatnya. Dan golongan yang selamat (masuk surga) itu tidak lain ialah golongan Ahlussunnah Waljamaah.</div> <h3 style="text-align: justify;"> <span style="font-weight: normal;">…فَعَلَيْكُمُ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيينَ, تَمَسَّكُوْابِهَا وَعَضُوْا عَلَيْهَا بِاالنَّوَاحِذِ (ابو داوود)</span></h3> <div style="text-align: justify;"> “….Maka berpegang teguhlah kalian terhadap Sunnah-ku serta sunnah Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk’ Pedomanilah sunnah (jalan hidup) mereka dan pegangilah erat-erat !“ (HR. Abu Dawud).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> *****</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Penjelasan tentang Ahlussunnah Wal Jamaah di atas adalah benar sebatas tingkat  DEFINISI. Definisinya memang benar seperti itu sebagaimana Ummat Islam Aswaja dan Salafy Wahabi juga demikian devinisinya. Akan tetapi, bagaimana Salafy Wahabi dengan tingkat prakteknya, apakah sudah benar? Sayangnya Salafy Wahabi tidak pernah menjelaskan  bagaimana praktek mengikuti Rasulullah dan Para Sahabat padahal ini yang terpenting. Hal ini sangat penting, mengingat kita ini sebagai penganut Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah yang lahir ribuan tahun setelah kurun Nabi Muhammad dan para Sahabatnya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Apakah bisa mengikuti secara langsung padahal kita tidak pernah bertemu Nabi dan para Sahabat? Atau cukupkah hanya dengan belajar sendiri (otodidak) dengan membaca buku-buku  hadits dan atsar para Sahabatnya lalu kita menjadi seorang Ahlussunnah Wal Jamaah? Tentu tidak demikian cara praktek mengikuti Nabi dan para Sahabatnya. Kalau nekad mengikuti Nabi dan Sahabatnya secara otodidak, lebih-lebih jika yang dibacanya juga buku-buku dari mereka yang belajarnya juga secara otodidak maka bisa dijamin akan tersesat jalannya sehingga bukan Sunnah-sunnah  yang dijalaninya melainkan jalan syetan. Ingat, belajar agama Islam tanpa guru, gurunya adalah Syetan. Dan syetan adalah ahlul fitnah yang luar biasa liciknya.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Cara Praktek yang benar mengikuti Rasul dan para Sahabatnya yang lazim dijalani oleh para penganut Ahlussunnah Wal Jamaah adalah melalui jalan “guru” (sanad) yang bersambung sampai kepada Rasulullah Saw. Prakteknya untuk kasus di Indonesia bisa digambarkan sbb: kita belajar kepada guru, guru belajar kepada gurunya, gurunya belajar kepada Kiyai A, Kiyai belajar kepada gurunya, gurunya belajar kepada Syaikhnya, teruuuus bersambung ke atas sampai ketemu Tabi’ut Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in belajar kepada Tabi’in, Tabi’in belajar kepada Sahabat Nabi, Sahabat Nabi belajar kepada Nabi Saw. Demikian gambarannya bagaimana cara praktek mengikuti Nabi dan para Sahabat. Belajar agama Islam melalui guru tetapi kemudian menentang ajaran gurunya yang bersambung tsb, maka otomatis penentangannya menyebabkan dia memisahkan dirinya dari mata-rantai sanad ilmunya. Sehingga sanadnya terputus dan berjalan di atas sanad yang dirintisnya sendiri secara otodidak.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Jadi kalau ada seseorang belajar agama Islam secara otodidak maka dia akan memiliki faham tersendiri (eksklusif, menyempal) dan hasil pemahamannya akan bertentangan dengan Mayoritas Ulama Penganut Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini bisa kita lihat pada kasus Salafy Wahabi sekte sempalan yang selalu bertentangan dengan Para Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah, padahal Salafy wahabi merasa dirinya sebagai pengikut Ahlussunnah Wal Jamaah. Sepak terjang dakwah Salafy Wahabi menjadi fitnah terbesar bagi penganut ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah yang sebenarnya. Sehingga Ummat Islam Mayoritas (Assawadu Al A’dhom, Ahlussunnah Wal Jamaah) yang ada di seluruh dunia dibuatnya sibuk mengurus fitnah Wahabi.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Sudah bukan rahasia lagi, bahwa perintis Wahabisme Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang otodidak yang merujuk kepada seorang otodidak klasik Syaikh Ibnu Taymiyyah. Maka wajar jika ajaran Wahabi menjadi eksklusif, menyempal dan bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah. Juga sudah bukan rahasia lagi, bahwa Salafy Wahabi adalah sekte anti Madzhab karena madzhab dalam pandangan / persepsi Wahabi menjadi sebab terpecah-belahnya Ummat Islam. Padahal faktanya para penganut Madzhab yang empat: Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi hidup rukun berdampingan saling menghargai dan bertoleransi sejak berabad-abad lamanya sampai sekarang. Karena para pengikut Madzhab Mu’tabar ini adalah wujud nyata dari para penganut Ahlussunnah Wal Jamaah, yaitu golongan yang selamat.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> *****</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> SILSILAH ULAMA AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH SAMPAI SANADNYA KE ROSULULLAH SAW<br /> 1. Nabi Muhammad SAW<br /> 2. Sayidina Ali<br /> 3. Muhammad (Putra Sayidina Ali, dari istri kedua Kaulah bin Ja’far)<br /> 4. Wasil bin Ato’<br /> 5. Amr bin Ubaid<br /> 6. Ibrohim Annadhom<br /> 7. Abu Huzail Al-Alaq<br /> 8. Abu Hasi Adzuba’i<br /> 9. Abu Ali Adzuba’i<br /> 10. Imam Abu Hasan Ala’asyari (Pendiri Faham “AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH”) 234 H Karangannya: Kitab Maqolatul Islamiyin, Al Ibanah, Al Risalah, Al-Luma’, dll<br /> 11. Abu Abdillah Al Bahily<br /> 12. Abu Bakar Al Baqilany, karangannya: Kitab At Tamhid, Al Insof, Al bayan, Al Imdad, dll.<br /> 13. Abdul Malik Imam Haromain Al Juwainy, karangannya : Kitab Lathoiful Isaroh, As Samil, Al Irsyad, Al Arba’in, Al kafiyah.<br /> 14. Abu hamid Muhammad Al Ghozali. Karnannya: Kitab Ihya Ulumuddin, Misyakatul Anwar, Minhajul Qowim, Minhajul Abidin dll.<br /> 15. Abdul hamid Assyeikh Irsani. Karangannya: kitab Al Milal Wannihal, Musoro’atul Fulasifah dll.<br /> 16. Muhammad bin Umar Fakhruraazi, Karangannya: Kitab Tafsir Mafatihul Ghoib, Matholibul ‘Aliyah, Mabahisul Masyriqiyah, Al Mahsul Fi Ilmil Usul.<br /> 17. Abidin Al Izzy, karangannya: Kitab Al Mawaqit Fi Ilmil Kalam.<br /> 18. Abu Abdillah Muhammad As Sanusi, Karangannya: Kitab Al Aqidatul Kubro dll.<br /> 19. Al Bajury, karangannya: Kitab Jauhar tauhuid Dll.<br /> 20. Ad Dasuqy, karangannya: Kitab Ummul Barohin, dll.<br /> 21. Ahmad Zaini Dahlan, karangannya: Kitab Sarah jurumiyah, Sarah Al Fiyah, dll.<br /> 22. Ahmad Khotib Sambas Kalimantan, Karangannya: Kitab Fathul ‘Arifin, dll.<br /> 23. Muhammad Annawawi Banten Karangannya: Syarah Safinatunnaja, Sarah Sulamutaufiq, dll.<br /> Yang Mayoritas Ulama Di Indonesia memakai Karangan Syeikh Nawawi Albantaniy sebagai Kitab Rujukan. <br /> 24. Mahfud Termas, muridnya:<br /> – Arsyad Banjarmasin<br /> – Syech Kholil Bangkalan Madura<br /> – Abdi Shomad Palembang<br /> 25. Hasyim Asy’Ari (Pendiri NU)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Wallohu a’lam….<br /><br /><span style="font-size: x-small;">sumber: <a href="http://ummatipress.com/2012/04/15/apa-itu-ahlussunnah-wal-jamaah/" target="_blank">http://ummatipress.com/2012/04/15/apa-itu-ahlussunnah-wal-jamaah/</a><br />(dengan sedikit diedit ejaannya)</span></div>

Ahlusunnah wal Jamaah

Istilah “Ahlusunnah Wal jamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Wal jamaah” اهل السنه والجماعه. Ia merupa...

Read more »