Dari
Abdurrahman bin Usman, dari Qasim bin Asbagh, dari Ahmad bin Zuhair, dari al Fadl bin Dakkin, dari Wail dari Jabir dari Amir dari Samurah bin Jundab, ia berkata:“Saya telah melakukan pengkajian terhadap asal muasal tulisan Arab. Saya temukan tulisan Arab telah ada dan digunakan suku Al Anbar sebelum suku Hiyarah mempergunakanya”.
Dari
Ibnu Affan dari Qasim dari Ahmad dari az Zubair bin Bakkar, dari Ibrahim bin al
Mundzir, dari Abdul Aziz bin lmran, dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Hubaib dari
Dawud bin Husain dari lkrimah dari Ibnu
Abbas, ia berkata: “Orang yang pertama kali mengucapkan bahasa Arab dan membuat tulisan lafalnya adalah Ismail bin Ibrahim.”
Abbas, ia berkata: “Orang yang pertama kali mengucapkan bahasa Arab dan membuat tulisan lafalnya adalah Ismail bin Ibrahim.”
Dari
Ahmad bin Ibrahim bin Faras Al Makky, dan Abdurrahman bin Abdullah bin
Muhammad, dari kakeknya, dari Sufyan bin ‘Uyainah dari Mujalid, dari as Sya’by, ia berkata: “Kami ditanya orang-orang muhajirin: “dari
mana kalian belajar menulis? Kami menjawab: “dari penduduk suku Hiyarah.
Kemudian orang-orang Muhajirin mengklarifikasi berita itu kepada penduduk
Hiyarah. Mereka bertanya: “Dari mana kalian belajar menulis? Penduduk suku
Hiyarah menjawab: “Kami belajar dari suku Anbar”.
Abu ‘Amr
mengatakan: “Dalam kitab Muhammad bin Sahnun terdapat riwayat sebagai berikut:
Dari Abul Hajjaj yang mempunyai nama asli Sakan bin
Tsabit berkata: dad. Abdullah bin Farukh dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An’am al Mu’afiry dari ayahnya Ziyad bin An’am ia berkata: “saya berkata kepada Abdullah bin Abbas: “Wahai suku Quraisy, apakah kalian pada zaman jahiliyyah menulis dengan tulisan Arab seperti ini, kalian menggabungkan huruf tertentu dan memisah huruf tertentu, ada alif, lam, mim, syakl, qath’ dan lain-lain sebelum Allah mengutus Nabi SAW?”
Tsabit berkata: dad. Abdullah bin Farukh dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An’am al Mu’afiry dari ayahnya Ziyad bin An’am ia berkata: “saya berkata kepada Abdullah bin Abbas: “Wahai suku Quraisy, apakah kalian pada zaman jahiliyyah menulis dengan tulisan Arab seperti ini, kalian menggabungkan huruf tertentu dan memisah huruf tertentu, ada alif, lam, mim, syakl, qath’ dan lain-lain sebelum Allah mengutus Nabi SAW?”
Ia menjawab: “ya”,
Lalu aku berkata: ‘Siapa yang
mengajari kalian menulis?”.
Ia menjawab: “Harb bin `Umayyah”.
Aku bertanya lagi: “Lalu siapa
yang mengajari Harb bin Umayyah?”.
Ia menjawab: “Abdullah bin
Jud’an”.
Aku bertanya lagi: “Siapa yang
mengajari Abdullah bin Jud’an?”.
Ia menjawab: “Penduduk Al
Anbar”.
Aku bertanya lagi: “Siapa yang
mengajari penduduk Al Anbar?”.
Ia menjawab: “Seseorang yang
datang dari tanah Yaman, dari suku Kindah”.
Aku bertanya lagi: “Lalu siapakah
yang mengajarkan seseorang tersebut?”.
Ia
menjawab: “Al Juljan bin Al Muhim, ia adalah sekretaris nabi Hud as
untuk menuliskan Wahyu dari Allah SWT.”
Dari Ibnu Affan, dari Qasim, dari Ahmad bin
Abi Khaitsamah ia berkata: “Huruf Hijaiyyah berjumlah 29 huruf,
semua lafal dan tulisan Arab tidak bisa lepas dari huruf tersebut.”
Dari Ibrahim bin Al Khattab al Lama’iy, dari
Ahmad bin Khalid, dari Salamah bin Al Fadl, dari Abdullah bin Najiyah dari
Ahmad bin Musa bin Ismail al Anbary dari Muhammad bin Hatim Al Muaddib dari
Ahmad bin Ghassan dari Hamid bin Al Madainy dari Abdullah bin Said, ia
berkata: “Telah sampai kepada kita sebuah riwayat bahwa ketika
huruf-huruf Mu’jam yang berjumlah 29 menghadap Yang Maha Pengasih, huruf Alif
merendahkan diri di hadapan-Nya. Allah terkesan dengan sikap rendah hatinya,
lalu Dia menjadikan alif sebagai awalan dari nama-Nya (Allah)”.
Abu Amr berkata: “Sebagian ahli bahasa
mengatakan alasan alif menempati urutan pertama karena alif merupakan
representasi dari hamzah yang menjadi awal kalimat, alif layyinah, dan hampir
semua hamzah.”
Kemudian alif hanya menjadi awal kalimat
tatkala huruf yang lain yaitu wawu dan yaa ikut merepresentasikan dirinya
yang pada keadaan yang lain berbentuk hamzah di tengah dan di akhir.
Abu Amr berkata “Alasan kenapa setelah
huruf alif adalah huruf baa, taa, tsaa adalah karena huruf
tersebut adalah huruf yang paling banyak menyerupai huruf yang lain, di mana
jika huruf yaa dan nuun terletak pada awal kalimat atau di tengah
kalimat maka akan menyerupainya sehingga kalau di jumlah ada 5 huruf yang
berkarakter sama. Oleh karena itu untuk mengantisipasi dan mencari jalan keluarnya
adalah dengan mendahulukan urutannya. Kemudian urutan setelah baa,taa, tsaa
adalah jiim, haa, khaa.”
Tertib urutan huruf yang serupa (mutasyabihat)
dan Mazdujat (dal, dzal, ra’ dan lain-lain) adalah sesuai dengan sedikit
atau banyaknya frekwensi dipergunakan dalam percakapan. Jadi semakin depan
urutannya, semakin banyak digunakan dalam percakapan. Kecuali untuk huruf nun
dan yaa sekalipun kedua huruf tersebut diakhirkan namun ia mempunyai derajat
yang sama dengan huruf yang menempati urutan di depan karena huruf yang
menyerupai karaktemya telah di tempatkan di depan (ba, ta, tsa).
Selanjutnya Abu Amr mengatakan diantara huruf
ada juga yang tidak bisa disambung dengan huruf yang lain setelahnya. Jumlahnya
ada 6 yaitu alif, dal, dzal, ra, za, dan wawu.
Alasan kenapa huruf tersebut tidak bisa disambung
dengan huruf yang lain juga sama dengan di atas yaitu untuk menghindari
keserupaan antar huruf. Andaikata alif bisa disambung dengan huruf lain
setelahnya, akan serupa dengan huruf lam, dan wawu akan sama dengan
huruf fa dan qaf, dan dal, dzal, ra, za akan sama
dengan yaa dan ta.
Alasan lain yang dikemukakan Abu Amr tentang
rahasia di batik urutan huruf hijaiyyah adalah: Alif menempati urutan
pertama karena dua alasan yaitu berdasarkan Khabar (tentang sikap rendah
diri Alif di hadapan Allah) dan Nadzar(pemyataan ahli bahasa yang telah
dijelaskan di atas).
Selain itu karena Alif menjadi awal dari
ayat surat Al Fatihah yang merupakan induk Al Quran dan karena seringnya
digunakan dalam tulisan dan percakapan.
Bisa
disimpulkan huruf alif adalah huruf yang hampir seluruh kata tidak bisa
dan tidak mungkin terlepas darinya dan paling banyak diulang dan digunakan
dalam percakapan.
Kemudian huruf setelah alif adalah
huruf baa, taa, tsaa. Oleh karena ketiga huruf tersebut yang
terbanyak mempunyal karakter yang sama maka tradisi pun mengikutinya untuk
menulisnya setelah alif.
Alasan kenapa huruf ba terletak setelah
huruf alif adalah karena huruf ba menjadi awal dari Basmalah setelah
sebelumnya huruf alif menjadi awal Ta’awwudz. Selain itu, ba
menempati urutan kedua setelah alif dalam rumusan huruf Arab (hija) kuno yaitu
lafal AB’ JADIN.
Alasan lain yaitu karena ba bertitik
satu, ta bertitik dua, dan tsa bertitik tiga. Jadi sesuai dengan
urutan angka. Oleh karena itu ba menempati urutan pertama, takedua
dan tsa ketiga.
Ada juga yang mengatakan alasannya adalah
karena sedikit atau banyaknya frekuensi penggunaannya dalam kalimat sehingga
yang didahulukan adalah yang paling banyak frekuensinya.
Kemudian huruf jim, ha, dan kha.
Ketiganya paling banyak mempunyai karakter dibanding huruf yang lain. Alasan
setelah tsa dan jim adalah karena bersambungnya huruf jim
setelah ba pada lafal ABI JAD.
Selain itu ha diletakkan sebelum kha
karena sesuai dengan urutan makhraj (tempat keluarnya huruf) dimana huruf ha
keluar dari tengah tenggorokan dan kha dari tenggorokan bagian atas.
Sehingga ha diletakan lebih dulu dari kha.
Setelah itu huruf dal dan dzal.
Keduanya berkarakter sama. Dal ditempatkan lebih dulu karena terletak
setelah huruf jim pada lafal ABI JAD.
Kemudian ra dan za. Keduanya juga
mempunyai karakter sama. Semua huruf yang berpasangan diletakkan secara
berurutan dengan alasan yang sama.
Sampai disini urutan penulisan huruf hijaiyyah
tidak mengalami perbedaan, baik pada penduduk Masyriq dan Maghrib.
Setelah huruf ra dan za penduduk
Masyriq dan Maghrib berbeda pendapat tentang urutan huruf setelahnya. Penduduk
Masyriq menulis setelah huruf ra dan za adalahsin dan syin
dengan alasan za dan sin mempunyai sifat yang sama: as Shafir.
Sin terletak lebih dahulu ketimbang syin
karena yang asal adalah huruf tanpa titik sehingga huruf yang sama karaktemya namun
bertitik diletakkan sesudahnya. Yang asal selalu diletakkan pertama dan lebih
dahulu ketimbang yang sifatnya far’i (cabang).
Setelah sin dan syin adalah shad
dan dhad. Huruf ini pun berkarakter sama dan diletakkan setelah sin
karena huruf shad mempunyai sifat sama dengan sin yaitushafir
dan hams.
Kemudian tha dan dza. Keduanya
mempunyai karakter yang sama dan sebagaimana huruf-huruf yang lalu tha
dan dza mempunyai sifat yang sama yaitu ithbaq dan isti’la.
Tha terletak lebih dahulu karena tha
adalah yang asal (tanpa titik). Selain itu dalam lafal ABI JAD tha lebih
dahulu.
Huruf selanjutnya adalah ain dan ghain,
sebagaimana huruf huruf Mazduj(berpasangan) yang lain. Ain
didahulukan dari ghain dengan alasan Thariqul Makhraj(urutan
tempat keluarnya huruf) dan Jihatul I’jam (yang tidak bertitik
didahulukan).
Setelah huruf-huruf yang berpasangan adalah
huruf-huruf yang terpisah (tidak berpasangan). Yaitu fa’ dan qaf. Fa’
dalam lafal ABI JAD ditulis setelah Ain begitu juga dengan qaf.
Kemudian huruf kaf, lam, mim,
dan nun sesuai dengan urutan penulisannya dalam lafal KALAMUN.
Urutan huruf tersebut juga sesuai dengan urutan tempat keluarnya huruf mulai
dari tenggorokan bagian atas.
Lam diletakkan terlebih dahulu ketimbang mim
dan nun karena lam sama karaktemya dengan huruf alif yang berada
pada urutan pertama.
Mim terletak sebelum nun karena mim
lebih dominan dan tampak dalam pengucapan, tidak seperti nun yang misalnya
dengan hukum idhgham pengucapannya tidak nampak bahkan hilang (Khaisyum).
Selain itu mim sama makhrajnya
dengan huruf ba yang menempati urutan kedua setelah alif dan nun
akan hilang pengucapannya jika bertemu ba.
Setelah itu huruf wawu, ha,
dan yaa. Wawu diletakkan lebih dahulu karena wawu mempunyai kemiripan
karakter dengan huruf fa’. Ha terletak sebelum yaa karena lebih
dahulu dalam lafal ABI JAD.
Ya menempati urutan terakhir dalam huruf
hijaiyyah karena uniknya huruf yaa tersebut ketika terletak pada akhir
kalimat berbeda dengan ketika berada di awal dan di tengah.
Penduduk Maghrib menuliskan setelah ra
adalah huruf za, tha dan dza. Karena thasama makhrajnya dengan
huruf dal dan dza dengan dzal, Tha terletak sebelum dzakarena
alasan Plain (sama dengan argumentasi penduduk Masyriq di atas).
Kemudian kaf, lam, mim,
dan nun sesuai dengan urutan lafal kalimna dan sesuai dengan lafal ABI
JAD.
Setelahnya adalah shad dan dhad
sesuai dengan urutan penulisan lafal setelah KALAMUN yaitu SHA’AFADHUN. Selain
itu karena shad asli dan tidak bertitik. ‘Aindan ghain, fad
dan qaf, sin dan syin, alasannya adalah karena masalah makhraj
dani’jam.
Terakhir adalah ha, wawu, dan yaa. Ha
terletak lebih dahulu sebelum wawu dan yaakarena ha berada di
awal pada Lafal HAWAZUN. Begitu juga wawu pada lafal HATHIYYUN.
Dari Ibrahim bin Khuttab, dari Ahmad bin
Khalid, dari Salamah bin Al Fadl,
dari Abdullah bin Najiyah, dari Ahmad bin Badil Al Ayyamy, dari Amr bin Hamid hakim kota ad Dainur, dari Farat bin as Saib dari Maimun bin Mahran, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Segala sesuatu ada penjelasan (tafsir)nya yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya”.
dari Abdullah bin Najiyah, dari Ahmad bin Badil Al Ayyamy, dari Amr bin Hamid hakim kota ad Dainur, dari Farat bin as Saib dari Maimun bin Mahran, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Segala sesuatu ada penjelasan (tafsir)nya yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya”.
Kemudian ia menjelaskan makna dari:
- ABU JAD (aba adamu at ta’ah / Adam enggan taat dan bersikukuh untuk memakan buah pohon larangan),
- HAWAZUN (zalla fa hua minas samai wal ardl/ tereliminasi dari langit dan bumi),
- HATHIYYUN (hutthath ‘anhu khatayahu / Adam diampuni kesalahannya),
- KALAMUN (akalaminas syajarah wa munna `alaihi bit taubah/ memakan buah dari pohon larangan dan dianugerahi ampunan),
- SHA’AFADHUN
(asha fa akhraja minan na’im ilan nakdy / ia berbuat maksiat sehingga
Allah mengeluarkannya dari kenikmatan (surga) menuju kepayahan (dunia), - QURAISIYAT (aqarra bidz dzanbi fa amanal ‘uqubah/ ia mengakui kesalahan- nya dan akhirnya selamat dari siksa).
Dari Abdur Rahman bin Ahmad al Harwy dalam kitabnya,
dari Umar bin Ahmad bin Syahin dari Musa bin Ubaidillah dari Abdullah bin Abi
Sa’id dari Muhammad bin Hamid dad Salamah bin Al fadl dad Abu Abdillah al
Bajaly, ia berkata: “Abu Jad, Hawaz, Hathy, Kalamun, Sha’afadlun dan
Quraisiyat adalah nama-nama raja Madyan”.
Adapun nama raja Madyan yang ada pada kisah
dalam Al Quran pada zaman Nabi Syu’aib yang terkenal dengan tragedi yaumudz
dzullah adalah Kalamun.
Abu Amr berkata: “Sebagian ahli nahwu
mengatakan bahwa lafal Abu Jad, Hawaz, Hathiy, adalah lafal Arab seperti halnya
lafal Zaid dan Amr dalam hal tashrif. Adapun Kalamun, Sha’afashun dan
Quraisiyat bahasa Arab sehingga tidak bisa ditashrif, kecuali untuk fatal
Quraisiyat bisa ditasrif seperti lafal Arafat dan Adzri’at”
Ibnu an Nadim pada salah satu bab berjudul Al
Kalam ala al Qalamil ‘Araby dalam kitab At Fihrist mengatakan: “Terdapat
perbedaan pendapat tentang siapakah yang pertama kali membuat tulisan Arab”.
Hisyarna lKalby mengatakan: “Orang yang
pertama kali membuatnya adalah sebuah kaum dari Arab, ‘Aribah yang singgah pada
kabilah ‘Adnan bin Ad. Nama-nama mereka adalah Abu Jad, Hawaz, Hathiy, Kalamun,
Sha’afasadlun, Quraisat”,demikianlah menurut Ibnul Kufy.
Kemudian mereka membuat tulisan yang didasarkan
kepada sama-nama mereka. Kemudian mereka menemukan huruf-huruf yang tidak ada
dalam nama mereka yaitu tsaa ﺙ, khaa
ﺥ, dzal, dza, syin dan ghain.
Mereka menamakan huruf-huruf ini dengan
istilah ar Rawadif (yang sama). Ia berkata: “Mereka adalah nama
raja-raja Madyan. Mereka binasa pada tragedi yaumudz dzullah pada zaman Nabi
Syu’aib”.
Quthrub mengatakan dalam penulisan Abu tidak
memakai wawu dan Jad tidak memakai alif. Ada sebagian orang yang
pantang mengulang huruf yang telah disebutkan (alif).
Karena pada dasarnya penulisan wawu pada
Abu dan alif pada Jad adalah sebagai penambahan dalam cara baca. Oleh karena itu bagi yang sudah tahu tidak perlu menuliskannya demi menjaga keotentikan lafal
tersebut.
tersebut.
0 comments Blogger 0 Facebook
Post a Comment