Ciri-ciri berikut ini adalah sekaligus menjadi barometer Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah:

1. Tentang Ketuhanan :

Ahlussunnah Wal Jamaah layak dialamatkan kepada suatu kelompok atau golomga jika mereka memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang esa yang berhak disembah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya yang tiada sama dengan makhluk.
  2. Zat Allah dapat dilihat dengan mata kepala, dan orang-orang mukmin akan melihat-Nya dalam surga kelak.
  3. Segala sesuatu yang terjadi merupakan atas kehendak-Nya namun pada makhluk terdapat ikhtiyari (usaha makhluk).
  4. Menolak faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk.
  5. Menolak faham Jabariyah (segala sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk)
  6. Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah)

2. Tentang Malaikat:

  1. Malaikat itu ada dan jumlahnya tidak terhingga. Setiap malaikat memiliki tugasnya masing-masing, mereka selalu taat kepada perintah Allah.
  2. Ummat Islam hanya diwajibkan mengetahui sepuluh nama malaikat yang utama yang mempunyai tugasnya masing-masing.
  3. Sehubungan dengan keimanan tentang adanya malaikat, ummat islam juga diwajibkan meyakini adanya jin, iblis dan syaithan.

3. Tentang Kerasulan:

  1. Meyakini bahwa semua Rasul adalah utusan-Nya yang diberikan mu`jizat kepada mereka sebagi tanda kebenaran mereka.
  2. Rasulullah SAW penutup segala Nabi dan Rasul yang diutus kepada bangsa arab dan bangsa lainnya, kepada manusia dan jin.
  3. Mencintai seluruh Sahabat Rasulullah Saw.
  4. Meyakini bahwa shahabat yang paling mulia adalah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum.
  5. Menghindari membicarakan masalah permusuhan sesama sahabat kecuali untuk menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum muslimin menyikapinya.
  6. Meyakini Ibunda dan Ayahanda Rasulullah masuk surga berdasarkan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` : 15)
Kedua orang tua Nabi wafat pada zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

” Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud “.
Sebagian Ulama’ menafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya. Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrahim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhnya dan juga pamannya.
Jelas sekali Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam At Taubah ayat 28

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”

4. Tentang kitab:

  1. Al quran, Taurat, Injil, Zabur adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai pedoman bagi ummat.
  2. Al Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluk dan bukan sifat bagi makhluk.
  3. Tentang ayat mutasyabihat, dalam Ahlussunnah ada dua pandangan para ulama:
  • Ulama salaf (ulama yang hidup pada masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih memilih tafwidh (menyerahkan kepada Allah) setelah Takwil Ijmali (umum/global) atau dikenal juga dengan istilah tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya setelah itu menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah.
  • Ulama khalaf (Ulama pada masa setelah 500 Hijriyah) lebih memilih ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan dan menentukan arti yang dimaksudkan dari kalimat tersebut.
Dalam menentukan langkahnya, Ulama Salaf dan Ulama Khalaf sama-sama berpegang pada surat: Ali Imran ayat: 7

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

Artinya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk mencari-cari penafsirannya,”

[a]. >> dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)
[b]. >> dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7)
• Ulama Khalaf berpendapat bahwa kalimat الرَّاسِخُونَ di’athafkan kepada lafadh اللَّهُ dan jumlah يَقُولُونَ آَمَنَّا merupakan jumlah musta`nafah (permulaan baru) untuk bayan (menjelaskan) sebab iltimas takwil. Terjemahan [a] merupakan terjemahan berdasarkan pendapat Ulama Khalaf.
• Ulama Salaf berpendapat bahwa kalimat الرَّاسِخُونَ merupakan isti`naf. Terjemahan [b] merupakan terjemahan berdasarkan pendapat Ulama Salaf.

5. Tentang kiamat:

  1. Kiamat pasti terjadi, tiada keraguan sedikit pun.
  2. Meyakini adanya azab kubur.
  3. Kebangkitan adalah hal yang pasti.
  4. Surga adalah satu tempat yang disediakan untuk hamba yang dicintai-Nya.
  5. Neraka disediakan untuk orang-orang yang ingkar kepada-Nya.
  6. Meyakini adanya hisab (hari perhitungan amalan).
  7. Meyakini adanya tempat pemberhentian hamba setelah bangkit dari kubur.
  8. Meyakini adanya Syafaat Rasulullah, ulama, syuhada dan orang-orang mukmin lainnya menurut kadar masing-masing.

6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya adalah diketahui melalui lisan Rasul-Nya bukan melalui akal.

7. Tidak mengatakan seseorang ahli tauhid dan beriman telah pasti masuk surga atau neraka kecuali orang-orang yang telah mendapat pengakuan dari Rasulullah bahwa ia masuk surga.

8. Tidak mengada-ngadakan sesuatu dalam agama kecuali atas izin Allah.

9. Tidak menisbahkan kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui.

10. Meyakini bahwa shadaqah dan doa kepada orang mati bermanfaat dan Allah memberi manfaat kepada mayat dengan shadaqah dan doa tersebut.

11. Meyakini adanya karamah orang-orang shaleh.

12. Tidak mengkafirkan seorang pun dari ahli kiblat (shalat) dengan sebab dosa yang mereka lakukan seperti zina, mencuri, minum khamar dll.

13. Masalah sifat dua puluh. Para ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah sebenarnya tidak membataskan sifat-sifat kesempurnaan Allah hanya kepada 20 sifat saja.

Bahkan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah pasti Allah wajib memiliki sekian sifat tersebut, sehingga sifat-sifat kamalat (kesempurnaan dan keagungan) Allah itu sebenarnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan saja.

0 comments Blogger 0 Facebook

Post a Comment

 
Mencari Ilmu © 2013. All Rights Reserved. Share on Blogger Template Free Download. Powered by Blogger
Top